Ketua Parahyangan Center for Internasional Studies menjadi narasumber pada Kegiatan Jaring Masukan Penyusunan Kerangka Awal Monitoring dan Evaluasi Kegiatan terkait Kerja Sama Selatan- Selatan (KSS) Indonesia yang diselenggarakan Pusat Strategi Kebijakan Multilateral, Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kemenlu pada tanggal 20 Mei 2025 di Gedung Merdeka Museum Asia Afrika Bandung.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Plt. Kepala Pusat Strategi Kebijakan Multilateral, Bapak Vahd Nabyl Achmad Mulachela dan dipimpin oleh Bapak Leonard F Hutabarat, Diplomat senior Kemenlu. Sebagai narasumber hadir Bapak Ade Chandra Dijaya, Kepala Biro Kerjasama luar negeri Kementerian Pertanian, Ibu Indragini, peneliti pada Direktorat Pengembangan Kompetensi BRIN dan Yulius Purwadi Hermawan, Ketua Parahyangan Center for Internasional Studies (PACIS), Unpar.
Hadir dalam pertemuan tersebut adalah perwakilan-perwakilan sejumlah Kementerian dan Lembaga yang selama ini mengelola Kegiatan Kerja sama Selatan-Selatan, seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen PPN/Bappenas) dan Kementerian Sekretariat Negara, dan sejumlah perwakilan dari direktorat di lingkungan Kementerian Luar Negeri.
Kegiatan jaring masukan tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan tantangan dalam penyusunan sistem monev untuk kegiatan capacity building dan expert dispatch; menggali praktik baik dari pelaksanaan monev program kerja sama pembangunan atau hibah oleh lembaga pemerintah, akademisi, dan mitra internasional, yang memiliki kesamaan karakteristik dengan kegiatan peningkatan kapasitas dan pengiriman tenaga ahli; memformulasikan elemen-elemen dasar sistem monev yang relevan dan kontekstual dengan kegiatan KSS Indonesia.
Kegiatan tersebut juga bertujuan untuk mendorong sinergi dan harmonisasi lintas lembaga, agar sistem monev yang dikembangkan dapat digunakan secara konsisten dan komplementer oleh Tim Kornas KSS, kementerian/lembaga teknis, dan mitra pelaksana di lapangan.
Secara khusus, Yulius P Hermawan, sebagai Ketua PACIS UNPAR memaparkan urgensi pelaksanaan Monev yang terstruktur, akuntable, berkelanjutan dan transparan untuk mendukung kegiatan KSS yang lebih berorientasi pada outcome dan impact. Di antara urgensi tersebut adalah orientasi monev KSS saat ini yang masih menekankan pada output, daripada outcome dan impacts. Hal ini disebabkan karena kegiatan KSS Indonesia masih bersifat one-off capacity building training sehingga belum dapat dilihat hasil kongkrit satu kegiatan yang dilaksanakan satu kali tersebut.
Monev telah dilakukan oleh Kementerian atau Lembaga pelaksana kegiatan, namun monev tersebut lebih melihat pada output yang dirasakan oleh para peserta kegiatan training di Indonesia maupun di luar negeri dalam bentuk expert dispatch. Output yang dilihat misalnya adalah peningkatan kapasitas peserta pelatihan setelah mengikuti kegiatan pelatihan tersebut.
Kegiatan KSS dalam bentuk pelatihan peningkatan kapasitas dan expert dispatch memang telah berhasil untuk mewujudkan output tersebut. Namun demikian sulit untuk menciptakan footprint yang berjangka waktu lama, jika tidak dilihat apa yang dilakukan oleh alumni pelatihan beberapa tahun setelah mengikuti kegiatan KSS Indonesia.
Ketua PACIS juga mengingatkan bahwa kegiatan KSS merupakan salah satu instrumen diplomasi Indonesia, baik diplomasi kedaulatan, diplomasi ekonomi, diplomasi sains dan diplomasi kemanusiaan yang dapat mendukung perwujudan kepentingan-kepentingan strategis Indonesia di luar negeri, termasuk mendukung pencalonan Indonesia untuk menduduki struktur penting dalam organisasi-organisasi internasional.
Perlu dilakukan evaluasi yang bersifat wholistic untuk melihat seberapa jauh kegiatan-kegiatan KSS yang telah menyerap dana anggaran yang besar dapat membantu memenuhi kepentingan nasional Indonesia. Misalnya seberapa jauh kegiatan pelatihan pertanian dan pembuatan sepatu kulit di sejumlah negara Afrika telah membantu membuka akses pasar Afrika bagi komoditas-komoditas ekspor Indonesia. Contoh lain adalah seberapa besar telah terjadi perubahan mindset negara-negara penerima bantuan hibah dan peserta kegiatan pelatihan Pembangunan kapasitas di negara-negara Pasifik terhadap dukungan bagi utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di masa depan pelaksana kegiatan KSS akan tetap beragam, sebagaimana juga yang terjadi pada saat ini yang masih terserak di Kementerian dan Lembaga-lembaga teknis serta center of excellences terkait. Sumber-sumber kegiatan KSS juga tetap bervariasi termasuk dari dana Lembaga Dana Kerja sama Pembangunan Indonesia (LDKPI), alokasi dana untuk K/L dan dana dari mitra-mitra Pembangunan International seperti GIZ, UNDP, JICA, KOICA, TIKA, dll.
Standarisasi instrumen dan metode monev menjadi urgent untuk dikembangkan. Indonesia perlu pula mengembangkan aplikasi digital yang dapat mempermudah pelaksanaan monev dan sekaligus pula pelaporan dan publikasi secara luas.
Data base alumni peserta pelatihan di Indonesia dan di luar negeri melalui expert dispatch juga sangat penting untuk kegiatan Monev. Alumni pelatihan tersebut memiliki peran potensial menjadi friends of Indonesia (Sahabat Indonesia) yang dapat menjaga memori jangka Panjang tentang kontribusi Indonesia bagi negara-negara mereka dan sekaligus mendukung diplomasi Indonesia secara luas.
Pada akhir kegiatan jaring masukan tersebut, moderator menyampaikan simpulan terkait masukan-masukan yang disampaikan narasumber dan tanggapan dari para peserta kegiatan. Terdapat kesamaan pandangan tentang pentingnya monev yang terstruktur, terukur dan berbasis hasil. Sistem pelaporan kegiatan KSS juga masih perlu diperkuat supaya dapat dikapitalisasi untuk kegiatan selanjutnya.