Negara-negara besar telah menjadikan softpower sebagai salah satu instrumen diplomasi yang sangat penting untuk memainkan pengaruhnya dalam politik internasional. Softpower adalah kemampuan mempengaruhi negara-negara lain melalui penggunaan sumber-sumber power yang bersifat non-coersive. Jika hardpower mengandalkan kekuatan militer, ekonomi ataupun sumber-sumber lain yang sifatnya paksaan, softpower mengedepankan daya tarik positif dan persuasi untuk mewujudkan tujuan-tujuan kebijakan luar negeri. Daya tarik budaya, musik, film dan drama, makanan, fashion merupakan contoh-contoh sumber-sumber softpower yang telah digunakan negara-negara seperti Amerika Serikat, Italia dan Prancis di Eropa, dan China, Jepang, Korea Selatan di Asia.
Untuk semakin memperkaya pemahaman terkait dengan soft power, Parahyangan Center for International Studies (PACIS) bekerja sama dengan Institute Francais Indonesia menyelenggarakan kuliah tamu dengan menghadirkan Frédéric Martel pada tanggal 4 November 2024. Frédéric adalah seorang jurnalis dan penulis dari Prancis yang telah menulis sejumlah buku, di antaranya adalah The Pink and the Black, Homosexuals in France since 1968 (1996), Mainstream (2010) dan In the Closet of the Vatican (2019).
Kuliah tamu dibuka oleh Yulius P Hermawan, ketua PACIS Unpar yang menyambut baik kerjasama dengan IFI dalam mendatangkan jurnalis dan penulis buku yang sangat populer di Prancis. Kuliah tamu memperkaya pengetahuan mahasiswa tentang praktik real diplomasi dalam hubungan internasional dari praktisi yang terpercaya.
Direktur IFI, Cristophe Dreyer menyampaikan apresiasi dan dukungan untuk kegiatan bersama antara Unpar dan IFI. Direktur IFI tersebut selanjutnya memberikan paparan tentang program-program IFI di Indonesia, termasuk kursus Bahasa Prancis dan kegiatan-kegiatan kultural. Ibu Cinta, perwakilan IFI yang menangani program kerjasama antar kampus, mempresentasikan kesempatan belajar di universitas-universitas Prancis bagi mahasiswa-mahasiswi Unpar.
Talkshow dipandu oleh Meyta Saraswati Putri, dosen pengajar di program studi Hubungan Internasional Unpar. Dalam paparannya, Friedrich menyampaikan bagaimana negara-negara di Amerika, Eropa dan Asia telah memanfaatkan softpower dalam hubungan internasional. Jurnalis Prancis tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi persaingan antar negara-negara major power dengan memanfaatkan softpower yang dimilikinya.
Amerika Serikat merupakan negara yang sangat aktif dalam menggunakan soft power melalui dunia hiburan seperti film dan musik, tetapi juga melalui buku-buku dan bahasa, serta media-media kultural lainnya. Pemerintah memainkan peran penting untuk mendorong perkembangan industry softpower yang menghasilkan banyak keuntungan ekonomi tetapi juga mengubah cara pandang tentang Amerika Serikat. Negara yang menjadi miniatur dunia tersebut memainkan pengaruh penting melalui globalisasi dan temuan-temuan baru di bidang internet dan Artificial Intelligence.
China memanfaatkan softpower melalui kultur, makanan dan film yang menampilkan budaya China. Secara umum China lebih ketat dalam menggunakan softpower karena warisan dari nenek moyang, sementara AS dan negara-negara Eropa lebih terbuka. Dari Asia, Korea memperkenalkan K-Pop dan Drama Korea, sementara Jepang dengan J-Pop dan animasi. Softpower telah memberikan ruang bagi China, Korea dan Jepang untuk memainkan pengaruhnya di politik internasional, sebagaimana juga yang telah dilakukan oleh Amerika Serikat.
Italia dan Prancis merupakan contoh-contoh negara di Eropa yang telah memanfaatkan softpowernya dalam hubungan internasional melalui budaya, makanan dan ilmu pengetahuan dan filsafat. Sumber-sumber softpower ini telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat dunia untuk mengunjungi kedua negara Eropa tersebut.
Friedrich juga menyoroti pergeseran penting baru yang dibawa oleh inovasi teknologi, khususnya internet dan digitalisasi. Pertama adalah mega shift di mana program TV dengan mudah diakses oleh siapapun di penjuru dunia; Kedua adalah feature shift dimana platform media sosial mempromosikan berbagai konten yang lebih powerfull dari berbagai negara melalui algorithm; yang ketiga adalah the acceleration shift yang difasilitasi oleh berbagai media yang lebih powerful dan cepat diakses; dan keempat adalah the AI shift yang semakin memfasilitasi inovasi-inovasi baru dalam konten yang dapat disebarluaskan dengan sangat cepat.
Dunia menjadi borderless karena konten bisa menembus setiap batas-batas teritori negara, sekalipun kita masih dapat mengenali frontiers dalam dunia digital. Softpower mendorong setiap orang untuk berpikir terbuka dan siap beradaptasi supaya dapat bertumbuh seiring perkembangan teknologi dan globalisasi.

Kuliah tamu dihadiri lebih dari 153 mahasiswa HI Unpar baik secara daring maupun luring, dan beberapa dosen HI Unpar, serta perwakilan dari Kedubes Prancis untuk Indonesia dan IFI Bandung.
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan diskusi terbatas tentang peran Indonesia dalam forum-forum internasional seperti G20, BRICS dan Gerakan Non Blok, pengaruh Islam dalam kebijakan luar negeri Indonesia dan pembangunan ekonomi, serta rencana perpindahan Ibukota Negara ke Ibukota Nusantara.