Presiden Prabowo Subianto tampaknya semakin menunjukkan dirinya sebagai Foreign Policy President. Sejak dilantik sebagi Presiden RI ke-8, Prabowo tidak pernah lelah untuk bertemu dengan pemimpin-pemimpin dari berbagai negara di Kawasan yang berbeda. Terakhir Prabowo terbang ke Qatar untuk menunjukkan solidaritasnya ke negara yang baru saja mendapatkan serangan dari Israel. Dalam kesempatan lawatannya ke Timur Tengah tersebut, Prabowo juga menyempatkan diri bertemu dengan pemimpin Uni Emirat Arab untuk membahas stabilitas keamanan Kawasan dan global.
Kunjungan ke Timur Tengah tersebut, dilakukan hanya beberapa hari setelah Prabowo melakukan kunjungan 8 jam ke China untuk menghadiri Perayaan Ulang Tahun ke-80 pembebasan China dari pendudukan Jepang.
Kunjungan ke Timur Tengah tersebut, dilakukan hanya beberapa hari setelah Prabowo melakukan kunjungan 8 jam ke China untuk menghadiri Perayaan Ulang Tahun ke-80 pembebasan China dari pendudukan Jepang.
Kunjungan singkat ke China dan Qatar membawa pesan penting yang menunjukkan kesiapan Indonesia untuk menjadi pemain global yang penting di tengah-tengah ketidakpastian geopolitik internasional. Indonesia sedang mempertontonkan keseriusannya untuk membangun pertemanan dengan semua negara dari berbagai kawasan, terlepas dari kedekatan politiknya (aliansi) dengan negara-negara major power apapun. Indonesia siap bekerja sama secara bilateral dengan negara-negara anggota yang tergabung dalam kerja sama minilateral seperti G7, BRICS, maupun AUKUS, dan berkolaborasi secara multilateral dalam forum yang dilandasi nilai-nilai yang sama seperti OKI dan Gerakan Non Blok.
Bergabungnya Indonesia dalam BRICS dipakai oleh Prabowo untuk membuktikan bahwa di bawah kepemimpinannya Indonesia betul-betul serius untuk menjalankan prinsip bebas dalam kebijakan luar negeri. BRICS bukanlah aliansi militer yang harus ditakuti Indonesia, sekalipun di dalamnya berisi negara-negara yang sangat kritis terhadap posisi Amerika Serikat dalam perhelatan politik internasional. Dua pendiri BRICS yaitu China dan Rusia merupakan saingan besar dari Amerika Serikat di bidang politik, ekonomi dan militer.
Jumlah pertemuan-pertemuan tingkat tinggi Indonesia dengan pemimpin-pemimpin negara lain menunjukkan Indonesia akan lebih aktif dalam menjalankan hubungan luar negeri. Bukan hanya aktif, Prabowo memperkenalkan nilai baru dalam kebijakan luar negeri Indonesia, yaitu asertif. Indonesia siap berperilaku secara percaya diri dalam panggung internasional, dan dapat menyampaikan pesan dan keyakinannya secara langsung dan lugas.
Presiden Prabowo memiliki tingkat kepercayaan diri yang kuat untuk menyampaikan bold statements dan menawarkan forceful actions. Presiden yang pernah diberhentikan dari TNI ini tampaknya juga siap menerima kritik dan celaan dari gagasan-gagasan baru yang disampaikannya dalam forum internasional karena dipandang kontroversial dan bias.
Reformasi PBB sebagai Suatu Keharusan
Kehadirannya dalam Sidang PBB ke-80 memiliki nilai penting dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia.
Pertama, Presiden Prabowo memutus tradisi absen dari pendahulunya, Presiden Joko Widodo, yang selama sepuluh tahun tidak menghadiri Sidang Umum PBB di New York secara langsung. Ini mengesankan bahwa selama sepuluh terakhir PBB tidak ditempatkan sebagai prioritas utama dalam diplomasi Tingkat tinggi selevel kepresidenan Indonesia.
Kehadiran secara langsung Prabowo di Markas Besar PBB New York menunjukkan bahwa Indonesia kembali menempatkan PBB sebagai forum multilateral yang paling legitimate dan pantas untuk didukung oleh Indonesia secara penuh.
Makna kedua terkait dengan situasi geopolitik global yang berada dalam kondisi sangat buruk. PBB dikecam karena ketidakmampuannya mengatasi konflik Rusia-Ukraina dan Perang Israel-Hamas di Gaza, dan berbagai konflik antar negara di berbagai wilayah dunia. Genosida yang dilakukan Israel atas warga Palestina di Gaza merupakan salah satu bukti kegagalan PBB untuk menjalankan fungsinya sebagai Lembaga yang bertanggung jawab dalam promosi perdamaian dan keamanan dunia.
Pada tanggal 18 September 20225 DK PBB kembali gagal menyepakati resolusi untuk gencatan senjata yang dapat membuka akses bagi bantuan kemanusiaan bagi korban perang Israel-Hamas yang sudah sangat menderita di Gaza. Sekalipun draft resolusi tersebut didukung oleh 14 suara in favor, draft resolusi mendapat negative vote dari Amerika Serikat sebagai anggota tetap DK PBB sehingga tidak bisa diadopsi. Ini adalah veto keenam AS atas draft resolusi terkait konflik Israel-Hamas sejak 7 Oktober 2023.
Selain isu perdamaian dan keamanan, banyak agenda lain yang harus menjadi prioritas perhatian PBB. Isu perubahan iklim dan kesehatan merupakan dua contoh agenda yang harus mendapatkan fokus dari PBB.
Dalam kondisi yang serba sulit saat ini, PBB juga menghadapi kondisi keterbatasan sumber-sumber keuangan untuk membiayai banyak program PBB di seluruh dunia, termasuk di wilayah-wilayah konflik. Krisis sumber keuangan ini disebabkan oleh banyaknya negara menunggak atau bahkan menolak pembayaran kontribusi ke PBB secara penuh dan sesuai tenggat waktu. Tidak semua anggota PBB memenuhi kewajiban mereka untuk membayar kontribusi keuangan yang telah disepakati. Dalam periode 2001-2024, negara yang memenuhi kewajiban pembayaran berjumlah antara 117-153.
Hingga 15 September 2025, 129 anggota PBB telah membayar asesmen anggaran mereka secara penuh. Empat puluh Sembilan anggota membayar sesuai dengan periode anggaran hingga batas 6 Februari 2025. Delapan puluh anggota telah membayar setelah batas waktu tersebut. AS dan China termasuk dua negara yang belum membayar kontribusi ke PBB secara penuh.
Amerika Serikat di bawah Presiden Trump telah memotong (atau bahkan menghapus) kontribusi sukarelanya di sejumlah agensi yg sebelumnya AS sebagai donor utama: United Nations Population Fund (UNFPA), World Food Programme (WFP), UN Women, United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA).
Bagaimana PBB dapat melakukan lebih banyak hal dengan sumber-sumber dukungan keuangan yang lebih kecil? Selain isu-isu struktural yang sangat krusial untuk penguatan PBB, PBB harus melakukan reformasi organisasional untuk menjadikan kerja-kerja PBB lebih efektif di tengah keterbatasan sumber-sumber keuangan PBB.
Jika Prabowo Lebih Asertif, Saatnya Diplomat Indonesia lebih Pro-Aktif
Presiden Prabowo dijadwalkan akan menjadi pemimpin ketiga yang akan memaparkan pandangannya pada Sesi Debat di Majelis Umum PBB. Dalam pidatonya, Prabowo akan menyuarakan pentingnya agenda reformasi tata kelola dunia yang lebih adil dan inklusif. Ini sejalan dengan persepsi diri Indonesia sebagai pemimpin Global South yang konsisten untuk mengartikulasikan kepentingan negara-negara berkembang.
Bisakah kita mengharapkan dampak spektakuler dari pidato Presiden RI ke-8? Akankah ada akselerasi dari proses negosiasi terkait inisiatif UN80?
Tampaknya terlalu ambisius jika sebuah pidato di forum PBB yang kompetensinya sedang dalam situasi krisis diharapkan dapat membawa dampak jangka pendek yang spektakular.
PBB merupakan lembaga normatif yang seringkali bersifat simbolik. Kehadiran di Sidang Umum PBB kemungkinan besar tidak akan membawa perubahan kongkrit dan tangible bagi dunia, termasuk negara-negara Global South. Sesi Debat dalam Majelis Umum PBB merupakan ruang untuk bertukar gagasan, namun sulit diharapkan sekaligus menjadi referensi bagi pengambilan keputusan di PBB.
Negosiasi intergovernmental tetap menjadi kunci utama untuk menyepakati cara-cara bagaimana PBB akan direformasi dan diperkuat peran, otoritas dan kompetensinya.
Dalam konteks ini, diplomat-diplomat Indonesia harus memainkan peran yang sama pentingnya dari pendekatan lebih aktif dan asertif baru yang diperkenalkan oleh Presiden Prabowo. Terlepas dari kritik terhadap pendekatan personal Prabowo yang cenderung memangkas jalur birokrasi dan mengandalkan orang-orang dekat di sekitarnya, diplomat-diplomat Indonesia yang bertugas di PBB dan badan-badan PBB perlu lebih pro-aktif dalam memastikan inisiatif reformasi PBB berjalan sesuai dengan arah dan kepentingan negara-negara Global South.
Intervensi Indonesia harus dirancang sedemikian strategis supaya pesan yang disampaikan Presiden Prabowo betul-betul didengar oleh negara-negara lain. Tanggung jawab diplomat-diplomat Indonesia adalah memastikan pidato Presiden Indonesia memiliki gaung yang keras di Markas Besar PBB dan kemudian menjadi referensi bagi proses negosiasi intergovernmental.
Tentu saja, perwakilan tetap Indonesia di PBB harus memiliki gagasan yang jelas tentang reformasi PBB, usulan inovatif dari alternatif-alternatif inisiatif yang sudah ada dan pendekatan terobosan baru untuk mendukung negosiasi intergovernmental, termasuk mengantisipasi buntunya negosiasi intergovernmental. Ini untuk menghindarkan kesan bahwa Indonesia cenderung “mengekor” kelompok-kelompok like-minded countries yang sedang mencari dukungan dari negara-negara anggota PBB untuk menggolkan usulan reformasi PBB mereka.
Pendekatan lebih aktif dan asertif Presiden Prabowo tidak akan menghasilkan dampak signifikan jika tidak ditindaklanjuti oleh para negosiator Indonesia yang handal di ruang perundingan PBB di New York. Ini adalah saatnya Indonesia menjadi pemain, bukan lagi sekedar penonton atau pengikut dalam perundingan-perundingan internasional.
Sumber gambar fitur: https://www.youtube.com/watch?v=1HKjQsVFslw