KUNJUNGAN PERTAMA PRESIDEN PRABOWO KE LUAR NEGERI: KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA YANG LEBIH HIGH-PROFILE ?

Pasca dilantik tanggal 20 Oktober 2024 lalu, Presiden Prabowo Subianto bersiap untuk melakukan kunjungan kenegaraan pertama ke luar negeri. Kunjungan tersebut direncanakan akan berlangsung mulai tanggal 8- 24 November 2024.

Pada kesempatan tersebut, Presiden Prabowo akan melawat ke China dan bertemu dengan Presiden Xin Jiping di Beijing. Selanjutnya akan berkunjung ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan Presiden Joe Biden di Washington DC.

Selanjutnya Presiden ke-7 RI tersebut akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Peru dan bertemu Presiden Dina Boluarte sebelum menghadiri pertemuan KTT APEC tanggal 14-15 November 2024 di sana.

Pada tanggal 18-19 November 2024, Presiden Prabowo dijadwalkan menghadiri KTT G20 di Rio de Janeiro Brasil.

Serangkaian kunjungan keluar negeri yang pertama tersebut akan ditutup dengan kunjungan kenegaraan ke Inggris untuk menemui Perdana Menteri Inggris Keir Starmer.

Apa yang dilakukan oleh Presiden Prabowo mirip dengan Presiden ke-6 Joko Widodo setelah dilantik pada 20 Oktober 2014. Beberapa minggu setelah dilantik, menghadiri KTT APEC di China, tanggal 10-11 November 2024 dan KTT G20 di Brisbane, Australia tanggal 15-16 November 2024.

Kunjungan luar negeri selalu menjadi perhatian menarik bagi para analis hubungan internasional. Pertanyaan yang muncul di kalangan analis hubungan internasional adalah apakah Presiden ke-7 sekedar mengikuti apa yang selalu dilakukan Presiden sebelumnya? Ataukah akan ada perubahan signifikan kebijakan luar negeri Indonesia dibawah kepemimpinan Prabowo Subianto?

Presiden Prabowo dilihat memiliki cara berpikir yang berbeda terkait bagaimana Indonesia seharusnya memainkan peran dan pengaruhnya dalam poliitik internasional.

Sebelum dilantik tanggal 20 Oktober 2024, dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto telah melakukan sejumlah kunjugan-kunjungan resmi ke sejumlah negara yang berpengaruh penting dalam politik internasional. Ini menunjukkan cara pandang Presiden Prabowo Subianto yang melihat bahwa kebijakan luar negeri merupakan prioritas yang penting untuk menopang pencapaian kepentingan nasional.

Cara pandang ini berbeda dengan Presiden Joko Widodo yang selalu melihat kunjungan ke luar negeri dilihat strategis untuk mewujudkan kepentingan ekonomi, terutama untuk mengupayakan masuknya lebih banyak investasi asing ke Indonesia.

Satu gagasan yang belakangan cukup berani adalah rencana Indonesia untuk bergabung dalam BRICS, suatu Kerjasama ekonomi yang beranggotakan negara-negara yang selama ini berseberangan dengan Amerika Serikat dan anggota-anggota G7 lainnya. Selama ini Kementerian Luar Negeri bersikap tegas terkait posisinya terhadap BRICS dengan memilih untuk tidak bergabung dalam BRICS. Argumentasinya, prinsip politik luar negeri yang bebas aktif menjadi dasar posisi tersebut. Preferensi Indonesia adalah membangun kerjasama ekonomi yang lebih efektif dalam wadah MIKTA.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia harus ada di mana-mana. Pernyataan ini menegaskan bahwa Indonesia siap bekerja sama dengan negara-negara apapun di dunia, termasuk dengan Russia dan China, yang menjadi pesaing Amerika Serikat dalam politik global.

Terdapat kekhawatiran terhadap risiko yang akan dihadapi Indonesia jika benar-benar bergabung dalam BRICS. Publik ingat Ketika Presiden Joko Widodo hadir dalam pertemuan BRICS di Afrika Selatan pada tahun 2023 lalu. Spekulasi menyebut bahwa ketidakhadiran Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam KTT ASEAN di Jakarta terkait dengan kehadiran Presiden RI ke BRICS tersebut.

Tampaknya Presiden Prabowo memiliki cara pandang sendiri terkait peran ideal RI dalam politik dunia dan siap menanggung risiko terhadap inisiatif-inisiatif yang ambisius yang dipandang kontroversial oleh sejumlah pemimpin dunia. Kebijakan luar negeri RI sedang mencari jalan baru untuk menjadi lebih progresif di lima tahun mendatang.