I Nyoman Sudira, Pakar Kajian Resolusi Konflik PACIS
Serangan yang dilakukan Iran terhadap Israel secara kasat mata nampak sebagai pembalasan terhadap pengeboman Israel terhadap Konsulat Iran di Damaskus, yang menewaskan 16 orang termasuk dua Jenderal Mohammad Reza Zahedi, dan Brigadir Jenderal Muhammad Hadi Haji Rahimi.
Beberapa pertanyaan muncul pasca serangan Iran pada Sabtu 13/04/24: Apa alasan dibalik serangan ini? Apakah serangan ini merupakan pembalasan terhadap serangan Israel yang mengarah ke Konsultat Iran di Damaskus, Suriah beberapa waktu silam? Apa dampak terhadap kondisi keamanan bagi negara-negara di kawasan Timur Tengah serta bagi keamanan internasional?
Artikel ini mencoba memberikan analisis perkembangan membaranya isu keamanan kawasan Timur Tengah sejak merebaknya perang Israel-Hammas serta mulai terseretnya Iran yang sudah melakukan serangan terhadap Tel Aviv. Terdapat 4 poin yang akan diberikan pembahasan terkait terjadinya serangan Irael terhadap Kedutaan Iran di Suriah dan aksi pembalasan yang dilakukan Iran dengan menyerang Tel Aviv.
#1 Gempuran Rudal Iran Sebagai Balasan terhadap Serangan Israel di Damaskus?
Rasanya masih sangat lemah alasan jika mengatakan bahwa serangan ini hanya sekedar pembalasan Iran terkait serangan yang dilakukan Israel terhadap Kedutaan Iran di Damaskus pada Senin 01/04/24 yang menewaskan 7 pejabat termasuk dua petinggi militer Iran.
Dalam satu sisi, pembalasan Iran memang benar adanya, tapi jika ditelusuri secara lebih mendalam, serangan ini bukanlah sesuatu yang digerakan hanya oleh niat pembalasan serangan kedutaan, beberapa faktor yang membuat Iran memilih melakukan penyerangan dan sekaligus terlibat dalam peperangan adalah: Pertama, faktor tujuan besar revolusi Islam Iran 1979, yakni: Penegakan dan membumikan nilai Islam (Syiah), dan menyingkirkan segala bentuk Westernisasi.
Dengan demikian tidak berlebihan untuk mengatakan dari perspektif Iran bahwa serangan ini menjadi pembuktian terhadap tujuan revolusi yang sudah dinodai oleh segala tindakan Israel termasuk serangan terhadap konsulat Iran di Suriah. Dari pandangan Teheran, tindakan Israel ini sudah bertentangan dengan nlai “Syiah”, dan menjadi bukti nyata praktek Westernisasi di Timur Tengah yang harus dihapuskan oleh Iran.
… serangan ini menjadi pembuktian terhadap tujuan revolusi yang sudah dinodai oleh segala tindakan Israel, termasuk serangan terhadap konsulat Iran di Suriah.
Kedua, buruknya hubungan Israel – Iran dan isu Palestina. Hubungan permusuhan Israel dengan Iran pada awalnya dipicu oleh adanya dukungan Iran terhadap HAMAS yang terbentuk pada awal gerakan Intifada 1987, sebagai perwujudan dari kekecewaan banyak pihak garis keras terhadap basis perjuangan Palestina yang pada waktu itu ditempuh melalui jalur diplomasi di bawah lokomotif (PLO). Yasir Arafat yag menjadi pemimpin PLO waktu itu sudah berdiplomasi selama 23 tahun terhitung sejak berdirinya 1964, namun tanpa membuahkan hasil. Dari sinilah HAMAS lahir sebagai kelompok baru yang melakukan perjuangan untuk kemerdekaan Palestina melalui jalur militer. Salah satu sayap militer HAMAS adalah milisi Qassam yang mendapatkan dukungan Iran.
Ketiga, perang rahasia (bayangan). Hubungan permusuhan antar kedua negara ini menjadi semakin memburuk pada saat keduanya terlibat dalam peperangan rahasia (bayangan) dimana mereka saling menyerang kepentingan nasional lawanya di darat, udara, laut bahkan di dunia siber. Selain terhadap HAMAS di Palestina, Iran memberikan dukungan terhadap kelompok militan yang menjadikan Israel menjadi target sasaran seperti Hizbullah di Lebanon, dan Houthi di Yaman.
Eskalasi dari buruknya hubungan keduanya mulai nampak dimana Isael memberikan reaksi dengan melakukan serangkaian pembunuhan dan penculikan terhadap orang-orang penting Iran seperti Mohzen Fakhrizadeh (ahli nuklir) 2021, dan membunuh Kolonel Sayad Khodayee (Komandan Garda Revolusi) 2022. Eskalasi semakin menguat pada saat terjadinya serangan konsulat Iran oleh Israel yang dibalas dengan gempuran rudal Iran ke Tel Aviv.
#2 Persaingan Strategi, Pengaruh, dan Hegemoni di Timur Tengah
Menjadi menarik untuk dicermati, karena memang ada catatan bahwa karena kondisinya yang sangat strategis Iran memang menunjukan perilaku politik yang struggle for power (berebut pengaruh) di kawasan. Dalam peta tradisional konstelasi politik Timur Tengah, aktor utama yang berambisi berpengaruh (menjadi polisi kawasan) adalah, Iran, Irak (sebelum keruntuhan Saddam), dan Amerika Serikat (AS) bersama sekutu terdekatnya Israel.
Iran tidak akan mudah mendapat pengakuan sebagai kekuatan hegemoni di kawasan karena dia adalah negara dengan karakteristik sosial dan ideologi bangsa Persia dan Syiah, yang tentunya akan mendapat penolakan dari kepentingan pihak Arab, serta hubungannya yang kurang harmonis sejak revolusi dengan AS dan Israel akan menjadi tantangan bagi Iran.
Iran tidak akan mudah mendapat pengakuan sebagai kekuatan hegemoni di kawasan karena dia adalah negara dengan karakteristik sosial dan ideologi bangsa Persia dan Syiah …
Jika melihat ke belakang, invasi Saddam ke Kuwait yang melahirkan Perang Teluk II (1991) antara Irak dengan Multinational Corporations di bawah pimpinan AS, sebenarnya bisa dikatakan sebagai menyalanya lampu hijau bagi Iran untuk menjadi hegemoni di Timur Tengah karena kekalahan Irak dari AS, dan puncaknya pada perang AS – Irak dengan jatuhnya rezim Saddam (2003), secara tidak langsung menjadi kemenangan Iran terhadap Irak sebagai rival hegemoninya.
Pertanyaanya sekarang, siapa yang akan menjadi hegemoni di Timur Tengah di tengah persaingan antara Iran dengan AS + (Israel)? Sulit untuk dibantah bahwa AS selalu mempertahankan hegemoninya di kawasan untuk penyelamatan kepentingan tradisionalnya di Timur Tengah. Dengan terjadinya seragan Israel terhadap konsulat Iran yang dibalas dengan serangan Iran terhadap Israel melalui peluncuran lebih dari 300 drone dan rudal ke wilayah Israel, secara tidak langsung ini menjadi penolakan Iran terhadap AS+Israel, sekaligus menjadi pertarungan perebutan hegemoni antara keduanya di kawasan.
Dengan kata lain, tidaklah berlebihan mengatakan bahwa Iran tetap ingin dipandang sebagai sebuah kekuatan kawasan yang tidak mudah untuk digentarkan dan harus diberi pengakuan.
#3 Skenario AS dan Israel untuk Menarik Iran dalam Peperangan?
Hubungan antara AS dengan Iran mengalami pasang surut. Ada masa di mana terjalin kedekatan antara keduanya, bahkan Iran pernah mendapat julukan sebagai boneka AS pada berkuasanya monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlevi. Berkibarnya revolusi Islam Iran 1979 justru membalikkan kondisi di mana hubungan yang sebelumnya sangat dekat berubah menjadi terputus dan sarat ketegangan. Begitu juga hubungan Iran dengan Israel juga mengalami pasang surut. Kedekatan keduanya ditunjukan dengan Iran pada saat Iran menjadi negara kedua yang memberikan pengakuan kepada berdirinya Israel pada tahun 1948. Hal ini tentunya bukanlah tanpa alasan karena pada saat itu Iran berada dalam penguasaan morarki Pahlevi serta kedekatannya dengan AS pada saat itu tidak memberi ruang bagi Iran untuk tidak mengakui kemerdekaan negara Israel.
Seperti disinggung di atas segala kedekatan hubungan antara kedua negara berubah sejak terjadinya Revolusi Islam 1979 dan pergantian puncak kepemimpinan di Iran. Hubungan kedua negara menjadi sangat buruk bahkan dari pandangan Iran, Israel adalah negara tanpa kedaulatan dan hanya menjadi penyangga kepentingan AS di Timur Tengah. Sementara bagi Israel, Teheran sering dijuluki sebagai pendukung teroris, dengan motivasi anti Yahudi selalu menyerang kepentingannya.
… dari pandangan Iran, Israel adalah negara tanpa kedaulatan dan hanya menjadi penyangga kepentingan AS di Timur Tengah.
Dengan demikian spektrum hubungan ketiga negara ini adalah ada hubungan yang sangat dekat antara AS dengan Israel dan terjadi permusuhan antar keduanya dengan Iran yang terjadi pasca Revolusi. Dari perkembangan yang terjadi terkait saling serang antara Iran – Israel, hal ini adalah percikan dari hubungan permusuhan antar 2 negara yang memanas sejak 1990-an (melemahnya rezim Saddam), di mana sebelumnya yang lebih dijadikan ancaman oleh Israel adalah kekuatan Irak dan pembelaannya terhadap Palestina.
Penting juga dicatat bahwa serangan Iran (14/04/24) ini adalah hal pertama yang dilakukan ke wilayah kedaulatan Israel. Poin penting yang bisa diambil dari serangan ini adalah terbukanya dugaan AS terhadap skenario Perang Rahasia (bayangan) yang diterapkan Iran dan sangat meresahkan baik bagi AS maupun Israel.
Seperti disebut di atas, Iran menyadari keterbatasannya sebagai negara Persia dan Syiah yang berada dalam mayoritas Arab dan Sunni, dan ini menjadi penghambat bagi Iran untuk melakukan pendekatan terhadap dunia Arab. Maka dari itu strategi membentuk organisasi yang pro Iran, seperti misalnya penguatan poros perlawanan di Lebanon, Irak, Yaman dan Suriah untuk melakukan aksi bersenjata demi pencapaian kepentingan Iran sulit untuk ditutupi.
Bagaimana dengan skenario AS dan Israel?
Nampaknya semua sangat tergantung dari perkembangan setelah peristiwa serangan Iran ke Israel. Sampai sekarang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dengan tegas menyatakan kesiapannya untuk menghadapi segala skenario serangan Iran, bahkan menyerukan “Kita akan melakukan pencegatan, pemblokiran dan bersama-sama kita pasti menang.”
Para pemimpin G7 termasuk Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Inggris, membuat deklarasi bersama pada hari Minggu (14/04/24) setelah pertemuan virtualnya, yang “menegaskan kembali dukungan untuk Israel dan menuduh Iran melakukan provokasi terhadap tidak terkendalinya situasi kawasan, yang semestinya di hindari”. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Sekretaris Jenderalnya Antonio Guterres menyerukan dalam bahasa yang diplomatis : “Saatnya untuk mundur dari tepi jurang.” Pesan ini berarti semua pihak harus menahan diri dan tidak terjerembab dalam jurang peperangan.
Sementara dari Teheran ada pernyataan bahwa balasan terhadap Israel sudah berakhir dengan tetap mengingatkan akan ada serangan yang lebih besar tergantung dari bagaimana respon Israel.
Aksi dan reaksi selanjutnya dari semua pihak memang akan menjadi pembuka skenario besar dari kedua negara ini. Akankah ada aksi saling balas dan perang terbuka? Apakah akan ada kekuatan besar yang membuat semua pihak bisa menahan diri dan menghentikan serangan? Atau, apakah peristiwa serangan ini akan menjadi bola salju dan menarik sertakan kekuatan-kekuatan besar lainnya? Semuanya ada kemungkinan, namun tanpa kepastian.
#4 Pembelajaran Untuk Perdamaian
Sumber muasal dari memburuknya kondisi keamanan di Timur tengah saat ini adalah berlarut larutnya konflik Arab Israel. Jika hal ini tidak memiliki terobosan jalan menuju perdamaian, maka suasana konflik, eskalasi dan peperangan yang sudah terjadi sejak 1948 akan tetap terulang.
Dari pandangan kajian perdamaian beberapa hal penting yang perlu mendapatkan terobosan sebagai fondasi menuju perdamaian di Timur Tengah adalah:
(1). Konstruksi menghilangkan Imajinasi Permusuhan (enemy image): luka, derita dan pengorbanan akbibat konflik dan peperangan yang terjadi dan sudah membentuk imajinasi permusuhan dalam sisi Arab, Israel, dan Iran, harus segera di transformasi.
(2). Akomodasi terhadap Human Needs. Isu dalam perdamaian Timur Tengah berada dalam ranah yang sangat sensitif, seperti idiologi dan pengakuan. Disini harus ada inovasi bagaimana pihak yang terlibat bisa merasakan bahwa mereka merasakan dihargai dan diterima keberadaanya.
(3). Pentingnya peran Pemerintah dan Negara: perdamaian tidak akan bisa terwujud tanpa komitmen kuat dan tulus dari Presiden dan Imam (Iran), Presiden, dan dukungan Partai Liqud dan Buruh di Israel, serta kelompok Fattah dan Hamas di Palestina.
(4). Good Will International, siapapun kekuatan internasional yang terlibat dalam perdamaian di Timur Tengah semestinya memiliki andil untuk mendorong dan mempercepat proses perdamaian.
Jika kondisi di atas bisa dibukakan jalan dan dirintis, maka berikutnya akan terjadi proses yang semakin meng-elimitasi pemicu perang dan jalan menuju perdamaian akan semakin terbuka, meskipun semua ini tidak akan mudah.

