Solusi Sengketa Ambalat: Win-Win Solution vs Jalur Legal?

“Pada tahun 2005, Menlu Indonesia Hasan Wirayuda menolak solusi joint-development di Ambalat yang ditawarkan Malaysia. Argumentasinya, Indonesia memiliki dasar legal yang kuat atas kepemilikan blok Ambalat. Pada tahun 2025, Indonesia justru menekankan pentingnya solusi saling menguntungkan melalui joint-development di blok Ambalat tersebut. Malaysia menekankan langkah legal dalam menyelesaikan sengketa di wilayah yang disebutnya dengan nama Sulawesi Sea/Laut Sulawesi.”

Sengketa Indonesia dan Malaysia terkait klaim atas kepemilikan blok Ambalat kembali mengemuka beberapa hari terakhir ini. Isu sengketa Ambalat mengemuka setelah PM Malaysia Anwar Ibrahim menyampaikan pernyataan yang sangat keras terkait posisi Malaysia atas wilayah Laut Sulawesi tersebut. Orang nomer satu di Malaysia tersebut berjanji untuk memenangkan sengketanya dengan Indonesia atas kepemilikan teritori di Laut Sulawesi tersebut.

Dalam kunjungannya ke Kota Kinibalu, Sabah pada tanggal 3 Agustus 2025 lalu, dia menyatakan “We will protect every inch of Sabah. I will defend this principle. I chose to answer this now because we are defending Sabah on behalf of the federal government,” seperti dikutip dalam MalayMai (3 Agustus 2025)l.

Pernyataan keras dan lugas tersebut menunjukkan bahwa isu Ambalat sangatlah bersifat politik di dalam negeri Malaysia. Terdapat kritik dari Parlemen Malaysia bahwa Perdana Menteri Anwar Ibrahim terkesan tidak serius untuk menyelesaikan sengketa dengan Indonesia tersebut. PM Malaysia ingin mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah Federal Sabah dan Masyarakat di negara bagian tersebut.

Tingginya Kepercayaan Diri Malaysia dengan Jalur Legal

Pemerintah Malaysia bersikukuh bahwa wilayah Ambalat yang diklaim Indonesia adalah bagian dari kedaulatan Malaysia. Malaysia mengaku memiliki dasar legal yang kuat untuk kembali memenangkan sengketa wilayah dengan Indonesia.

Kepercayaan diri ini didukung oleh pengalaman Malaysia yang berhasil memenangkan klaim atas kepemilikan Sipadan dan Ligitan di tahun 2002 melalui jalur legal, Pada 17 Desember 2002, Mahkamah Hukum Internasional memutuskan bahwa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan merupakan bagian dari kedaulatan Malaysia. Keputusan Internasional Court of Justice tersebut mengakhiri sengketa atas Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah berlangsung dari 1969 hingga 2002. Sipadan dan Ligitan terletak 150 KM dari Pulau Tarakan di Kalimantan Utara (Kompas, 31 Mei 2025).

Pada 22 Juli 2025, Kementeri Luar Negeri Malaysia (Wisma Putra) menyatakan secara tertulis dalam surat yang ditujukan pada Parlemen Malaysia bahwa blok eksplorasi minyak ND6 dan ND7 yang diklaim sebagai bagian wilayah Indonesia dengan nama Ambang Batas Laut (Ambalat) adalah masuk teritori kedaulatan Malaysia sesuai dengan aturan Hukum Internasional. Menlu Malaysia berkeyakinan bahwa klaim ini didasarkan pada prinsip-prinsip legal internasional, termasuk keputusan International Court of Justice tahun 2002 menyangkut sengketa teritorial di wilayah-wilayah sekitar.

Menteri Luar Negeri Malaysia juga menilai bahwa acuan klaim Indonesia atas blok Ambalat tidaklah akurat. Istilah yang tepat untuk wilayah tersebut adalah Sulawesi Sea, yang sejalan dengan posisi Malaysia.

Keyakinan ini tercermin lebih kuat ketika PM Malaysia menyatakan keinginan Malaysia untuk menempuh jalur legal. Dalam dialog dengan Association of Malaysian Indonesian Journalists (ISWAMI) dan pimpinan editor media-media dari Indonesia pada tanggal 29 Juli 2025, Perdana Menteri Malaysia tersebut menyampaikan bahwa “With regard to the Ambalat issue (in the Sulawesi Sea), we follow the legal path. We do not take an aggressive stance. Both sides must avoid encroaching into each other’s territory.” Malaysia berkomitmen untuk memakai kerangka legal dan negosiasi diplomatik (MalayMail, 29 Juli 2025). 

ISWAMI dibentuk tahun 2005 sebagai inisiatif untuk membangun narasi konstruktif di kalangan media Indonesia dan Malaysia dalam upaya mengurangi friksi atas isu-isu bilateral yang sensitif. Dialog ini didirikan menyusul ketegangan yang terjadi di antara Indonesia dan Malaysia terkait eksplorasi di Laut Ambalat.

Dalam konteks tekanan politik domestik yang tinggi, wajar bila PM Anwar Ibrahim harus menyampaikan pernyataan keras seperti yang disampaikan di Kota Kinibalu, Sabah. Pernyataan keras PM Anwar Ibrahim disampaikan untuk menepis kritik yang menyebut bahwa Anwar Ibrahim telah mengabaikan kedaulatan negara Malayasia atas wilayah di Laut Sulawesi yang disebut kaya memiliki potensi minyak dan gas.

Pergeseran Posisi Indonesia: Dari Penyelesaian Legal menjadi Solusi Saling Untung

Sementara Malaysia memiliki kepercayaan diri yang kuat karena merasa memiliki dasar kerangka legal, pemerintah Indonesia bersifat sangat hati-hati. Posisi hati-hati ini cenderung menunjukkan terkesan lemah. Pemerintah Prabowo lebih menawarkan win-win solution atas sengketa dengan Malaysia tersebut.

Posisi ini berbeda dengan situasi di tahun 2005. Pada waktu itu Malaysia menawarkan win-win Solution dengan gagasan joint development. Daerah sengketa dibagi menjadi dua bagian sama besar di mana Indonesia dan Malaysia masing-masing akan membangun dan menikmati hasilnya.

Menteri Luar Negeri Hassan Wirayuda menolak tawaran tersebut dengan argumen bahwa landasan hukum yang dipakai Malaysia tidak tepat.  Menteri Luar Negeri Indonesia meyakini posisi Indonesia untuk kasus Ambalat lebih kuat daripada kasus Sipadan dan Ligitan dengan mendasarkan pada Konvensi Laut Internasional 1982.

Menurutnya Malaysia tidak berhak mengukur pulau terluar karena bukan negara kepulauan. Yang berlaku adalah landas kontinen dengan mengukur 12 mil dari wilayah pantai Malaysia. Posisi ini disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung DPR/MPR, tanggal 1 September 2005 (Hukum Online, 1 September 2005); Antara, 13 Januari 2006).

Presiden Prabowo memiliki pendekatan lain dalam menyelesaikan sengketa Ambalat dengan lebih menawarkan win-win solution. Ketika bertemu dengan Anwar Ibrahim di Jakarta tanggal 27 Juni 2025, Presiden Prabowo menawarkan joint-development di daerah yang telah menjadi sengketa tersebut.

Namun demikian, PM Anwar Ibrahim mendapat tekanan yang besar dari Parlemen Malaysia beberapa saat setelah bertemu dengan Presiden Prabowo. PM Malaysia menyampaikan bahwa belum ada kesepakatan final yang dicapai dalam pertemuannya dengan Prabowo.

Pertemuan antara Prabowo dan Anwar Ibrahim tanggal 29 Juli 2025 di Jakarta tampaknya juga tidak menghasilkan kesepakatan final. Dalam pertemuan konsultatif ke-13 di antara kedua negara menteri luar negeri tanggal 29 Juli 2025, tidak disebutkan adanya kesepakatan di antara Malaysia dan Indonesia menyangkut isu Ambalat. Yang disampaikan adalah menyambut baik kemajuan yang dicapai dalam negosiasi batas maritim dan menegaskan pentingnya mempertahankan constructive engagement and close coordination.

Menlu Indonesia, Sugiono menyatakan bahwa secara teknis, perjalanan masih panjang dan menyebut hal-hal teknis akan terus dibahas di antara kedua belah pihak.

Malaysia di atas Angin?

Menyimak pernyataan Anwar Ibrahim di Sabah, tampaknya sulit bagi Malaysia untuk menerima tawaran Indonesia untuk membangun di wilayah Ambalat secara bersama-sama. Perjalanan akan semakin panjang hingga proses negosiasi menemui jalan buntu. Jalan buntu ini memberikan ruang bagi Malaysia untuk membawa kasus sengketa Ambalat ke jalur kerangka legal melalui Internasional Court of Justice, seperti yang pernah dilakukannya dengan kasus Sipadan dan Ligitan. Jika ini yang terjadi, Indonesia harus menghadapi konsekuensi potensi kehilangan satu lagi wilayahnya seperti yang terjadi duapuluh tahun yang lalu. Tentu saja peluang untuk memenangkan klaim atas blok Ambalat lewah jalur legal tetap terbuka lebar jika Indonesia juga dapat menunjukkan argumentasi kuat yang didukung dokumen legal, sebagaimana Menlu Indonesia pernah yakini dua puluh tahun yang lalu.

Diplomasi teritorial bagi negara kepulauan seperti Indonesia memang tidak mudah dan penuh tantangan. Dibutuhkan negosiator yang ulung yang didukung oleh dokumen-dokumen legal yang kuat. Selain Ambalat, masih banyak titik-titik perbatasan yang harus diselesaikan oleh Indonesia dengan negara-negara tetangganya. Dukungan masyarakat Indonesia dan parlemen tentu saja sangat vital untuk memastikan pemerintah tidak salah langkah dan memiliki kepercayaan diri yang kuat untuk memenangkan setiap sengketa perbatasan.

Penulis: YP Hermawan

Referensi:

https://www.malaymail.com/news/malaysia/2025/08/03/every-inch-of-sabah-will-be-defended-anwar-denies-deal-over-disputed-sulawesi-waters/186291

https://www.malaymail.com/news/malaysia/2025/07/29/anwar-malaysia-wont-take-aggressive-stance-on-ambalat-dispute-with-indonesia/185653

https://www.hukumonline.com/berita/a/sengketa-ambalat-menlu-yakin-posisi-indonesia-lebih-kuat-hol13525/#

“RI Tolak Usul Malaysia Untuk Eksplorasi Bersama di Ambalat,” https://www.antaranews.com/berita/26126/ri-tolak-usul-malaysia-untuk-eksplorasi-bersama-di-ambalat

Presiden Prabowo dan PM Anwar Sepakat Tuntaskan Isu Perbatasan, Dorong Kolaborasi Kawasan, https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-prabowo-dan-pm-anwar-sepakat-tuntaskan-isu-perbatasan-dorong-kolaborasi-kawasan/

“Negosiasi pengelolaan bersama Ambalat upayakan solusi saling untung,” https://www.antaranews.com/berita/5024277/negosiasi-pengelolaan-bersama-ambalat-upayakan-solusi-saling-untung?utm_source=antaranews&utm_medium=desktop&utm_campaign=popular_right