Pada 16 September 2025, dunia internasional dihebohkan dengan laporan terbaru Komisi Penyelidik Internasional Independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang secara tegas menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza. Pernyataan ini bukan sekadar penambahan dalam deretan kritik yang sudah lama diarahkan kepada Israel, melainkan sebuah vonis moral dan politik yang berpotensi mengubah dinamika hukum internasional dan hubungan antarnegara.
Empat Tindakan Genosida
Komisi menemukan bahwa Israel melakukan empat dari lima tindakan genosida sebagaimana diatur dalam Konvensi Genosida 1948. Tindakan tersebut mencakup (1) pembunuhan massal warga sipil, (2) penyebab penderitaan fisik dan mental serius, (3) penciptaan kondisi kehidupan yang ditujukan untuk memusnahkan kelompok, serta (4) upaya sistematis mencegah kelahiran melalui kelaparan sistematis dan penghancuran sistem kesehatan ibu-anak. Bukti-bukti yang dikumpulkan, baik berupa dokumentasi lapangan, kesaksian korban, maupun rekaman kebijakan resmi pemerintah Israel, mengarah pada keterlibatan langsung otoritas tertinggi negara itu. Nama-nama seperti Presiden Isaac Herzog, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, hingga Menteri Pertahanan Yoav Gallant disebut secara eksplisit sebagai pihak yang bertanggung jawab, bukan hanya dalam pengambilan keputusan militer, tetapi juga dalam retorika politik yang mendorong kebijakan pemusnahan.
Tragedi Kemanusiaan di Gaza
Ketua Komisi, Navi Pillay, menegaskan bahwa laporan ini merupakan peringatan keras bagi dunia. Sejak eskalasi militer Israel di Gaza pada Oktober 2023, korban sipil meningkat secara drastis. Hingga pertengahan September 2025, data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 65 ribu orang tewas dan 165 ribu lainnya terluka. Angka ini tidak hanya mencerminkan dampak serangan langsung, tetapi juga hasil strategi blokade total terhadap kebutuhan dasar. Air bersih, listrik, bahan pangan, serta bantuan medis ditutup rapat, menjadikan Gaza ruang hidup yang runtuh. Situasi tersebut mempertegas bahwa kebijakan Israel tidak lagi sekadar operasi militer, melainkan pola yang terencana menuju penghancuran sistematis sebuah kelompok.
Selain blokade, laporan juga menyoroti penggunaan kekerasan seksual, penahanan sewenang-wenang, serta penghancuran fasilitas publik seperti rumah sakit dan sekolah. Semua tindakan ini tidak hanya melemahkan kelompok perlawanan, tetapi juga merusak struktur sosial warga sipil. Dalam perspektif hukum internasional, praktik semacam ini menegaskan adanya “niat genosida” yang tidak dapat disamarkan dengan dalih keamanan nasional.
Bantahan Israel dan Kritik PBB
Salah satu penyusun laporan terbaru PBB yang menyatakan Israel telah melakukan genosida di Gaza membantah keras klaim pemerintah Israel yang menolak temuan tersebut. Chris Sidoti, anggota Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Palestina yang Diduduki, menuding pemerintah Israel menggunakan apa yang ia sebut sebagai “propaganda ChatGPT” untuk menutupi fakta kejahatan mereka terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Dalam konferensi pers bersama Ketua Komisi Navi Pillay, Sidoti mengkritik pola respons Israel yang selalu berulang setiap kali laporan pelanggaran HAM diterbitkan. “Jawaban mereka selalu sama, diulang-ulang, bahkan kini seperti keluaran ChatGPT,” ujar Sidoti sebagaimana dikutip Al Jazeera. Dengan nada satir, ia menambahkan bahwa meski Israel menghabiskan dana besar di Kementerian Luar Negeri untuk tujuan propaganda, hasil yang disampaikan tetap tidak menunjukkan orisinalitas.
Sidoti menekankan bahwa alih-alih terus-menerus menolak temuan internasional, Israel seharusnya memberikan tanggapan yang substantif dengan menanggapi bukti yang telah dipaparkan dalam laporan resmi. Menurutnya, sikap penolakan tanpa dasar hanya semakin melemahkan kredibilitas Israel di mata komunitas global.
Implikasi Hukum dan Politik Global
Konsekuensi dari laporan ini sangat besar. Berdasarkan Konvensi Genosida 1948, setiap negara memiliki kewajiban mencegah dan menghentikan genosida segera setelah terdapat risiko yang nyata. Dalam kasus Gaza, ambang batas itu sudah jauh terlampaui, bahkan sejak Mahkamah Internasional pada Januari 2024 memerintahkan tindakan sementara. Fakta bahwa korban terus berjatuhan setelah perintah tersebut menegaskan kegagalan komunitas internasional. Laporan terbaru ini memperkuat argumen bahwa ketiadaan tindakan bukan sekadar kelalaian, melainkan bentuk keterlibatan.
Penulis : Nazwa
Sumber Gambar : npr.org
Referensi :
Hamilton, Rebecca. “U.N. Commission Finds That Israel Is Committing Genocide in Gaza: What Does It Mean?” Just Security, September 16, 2025. https://www.justsecurity.org/120762/coi-genocide-israel-gaza/.
Jasmine, Adinda. “PBB Tegaskan Israel Lakukan 4 Tindakan Genosida Di Gaza.” Tempo. PT Tempo Inti Media, September 18, 2025. https://www.tempo.co/internasional/pbb-tegaskan-israel-lakukan-4-tindakan-genosida-di-gaza-2070838.
Nicholls, Catherine. “UN Commission Says Israel Is Committing Genocide in Gaza.” CNN, September 16, 2025. https://edition.cnn.com/2025/09/16/middleeast/israel-gaza-genocide-un-commission-report-intl.
United Nations. “Israel Has Committed Genocide in the Gaza Strip, UN Commission of Inquiry Finds – Question of Palestine.” United Nations – Question of Palestine, September 17, 2025. https://www.un.org/unispal/document/israel-has-committed-genocide-in-the-gaza-strip-un-commission-finds-16sep25/.