Glokalisasi Parfum: Representasi Budaya Indonesia dalam Industri Wewangian Lokal

Oleh: Maria Alpha Carmelite, Peneliti PACIS

Dalam beberapa tahun terakhir, industri parfum lokal Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Merek-merek lokal seperti House of Medici dengan merek saudaranya, HoM Haute, Project 1945, Ataraksia, Semerbak Perfume, dan Rumah Atsiri telah muncul dengan identitas dan ciri khas yang unik dan kreatif. Parfum dulunya dianggap sebagai simbol kemewahan Eropa atau kemewahan Timur Tengah, tetapi kini, masyarakat mulai bangga dengan kreasi lokal yang menangkap aroma Indonesia secara modern dan percaya diri. Pergeseran ini tidak hanya mencerminkan perubahan preferensi konsumen tetapi juga transformasi yang lebih mendalam dalam cara masyarakat memahami produk budaya di era globalisasi.

“Pergeseran ini tidak hanya mencerminkan perubahan preferensi konsumen tetapi juga transformasi … dalam cara masyarakat memahami produk budaya di era globalisasi”

Parfum adalah bahasa bisu yang bercerita melalui aroma, membawa memori, emosi, dan identitas dengan cara yang seringkali tak terlukiskan oleh kata-kata. Parfum menghubungkan manusia dengan lingkungan dan sejarah mereka, memadukan budaya dan pengalaman pribadi menjadi sesuatu yang intim namun universal, di mana dalam konteks Indonesia, wewangian menjadi media baru untuk mengekspresikan kebanggaan dan rasa memiliki lokal. Meningkatnya popularitas merek parfum Indonesia dapat dipahami melalui konsep glokalisasi, yang diperkenalkan oleh Roland Robertson (1995), yang menggambarkan bagaimana elemen global ditafsirkan ulang dalam konteks lokal. Glokalisasi tidak menentang globalisasi; sebaliknya, ia mengundang dialog di mana gagasan global dibentuk kembali oleh makna, simbol, dan nilai lokal.

Robertson berpendapat bahwa glokalisasi mencerminkan simultanitas global dan lokal, di mana keduanya tidak sepenuhnya mendominasi. Glokalisasi merupakan proses adaptasi timbal balik di mana para aktor lokal secara selektif mengintegrasikan pengaruh global sambil mempertahankan kerangka budaya mereka yang unik. Melalui perspektif ini, globalisasi bukanlah arus satu arah dari Barat ke dunia lain, melainkan pertukaran dinamis yang memungkinkan kreativitas lokal untuk mendefinisikan ulang norma-norma global. Dalam praktiknya, glokalisasi mengubah interaksi budaya menjadi ruang negosiasi, inovasi, dan pembentukan identitas.

Glokalisasi Parfum

Dalam lanskap parfum Indonesia, glokalisasi muncul melalui cara-cara kreatif para pembuat parfum memadukan estetika global dengan narasi lokal. Mereka mengadopsi kemasan minimalis, penceritaan personal, dan bahan-bahan premium, sembari mendasarkan kreasi mereka pada kekayaan budaya nusantara. Oleh karena itu, parfum menjadi lebih dari sekadar barang mewah. Parfum ditransformasikan menjadi pengalaman sensorik dan kultural di mana wewangian berfungsi sebagai penanda yang menghubungkan tradisi dan modernitas.

Project 1945, misalnya, menempatkan identitas Indonesia di jantung kreasinya. Aroma seperti Princess of Java dan Waters of Maluku membangkitkan karakter daerah melalui melati, cengkeh, dan rempah-rempah, mengingatkan kembali kekayaan alam dan warisan perdagangan historis Indonesia. Ataraksia mengambil inspirasi dari mitos dan epos lokal, sebagaimana tercermin dalam seri Babad Purnabhawa dan Horor Mitologi , mengubah parfum menjadi arsip penciuman memori budaya. House of Medici dan HoM Haute menangkap harmoni antara kecanggihan kosmopolitan dan kehangatan tropis melalui bahan-bahan seperti nilam Sulawesi, ylang-ylang, dan tembakau Jawa. Sementara itu, Semerbak Perfume dikenal dengan gaya penamaannya yang khas Indonesia, menampilkan nama-nama seperti Candra Kirana , Nyiur Bersemi , dan Asmoro Bangun . Merek ini juga sering menggunakan aroma dupa, sebuah khazanah wewangian yang menonjolkan kekayaan industri minyak atsiri Indonesia. Rumah Atsiri memadukan wewangian dengan ekologi dan warisan pertanian, menekankan filosofi pertanian hingga botol yang mengandalkan tanaman lokal seperti serai wangi, nilam, dan kenanga.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa para pembuat parfum Indonesia tidak sekadar meniru tren global. Mereka menafsirkan ulang dan melokalisasikannya, menciptakan bentuk-bentuk hibrida yang relevan secara global sekaligus berlandaskan budaya. Inilah semangat glokalisasi sebagai pertukaran dinamis antara kepekaan global dan lokal. Aroma tropis, bunga-bunga asli, dan rempah-rempah tradisional disempurnakan melalui desain dan penceritaan modern, menghasilkan wewangian yang berbicara kepada khalayak internasional sekaligus tetap setia pada keaslian lokal.

Parfum juga berperan sebagai cara representasi budaya yang halus namun mendalam. Melalui aroma, nilai-nilai lokal dan nuansa spiritual menembus batas-batas. Banyak parfum Indonesia menangkap nuansa tempat: Bali melalui dupa dan kamboja, Maluku melalui aroma laut dan ozon, Jawa melalui manisnya melati dan tembakau yang menenangkan. Setiap wewangian menceritakan kisah tentang geografi, emosi, dan identitas. Parfum, dengan demikian, menjadi lebih dari sekadar objek gaya hidup; ia bertransformasi menjadi narasi intim tentang bagaimana orang Indonesia memahami ruang dan rasa memiliki.

“Parfum juga berperan sebagai cara representasi budaya yang halus namun mendalam. Melalui aroma, nilai-nilai lokal dan nuansa spiritual menembus batas-batas.”

Dalam kerangka glokalisasi, gerakan ini mencerminkan bagaimana masyarakat Indonesia menegosiasikan identitas dalam arus global. Merek-merek parfum lokal tidak hanya beradaptasi dengan ekspektasi internasional tetapi juga menanamkan makna budaya dalam bentuk-bentuk kontemporer. Globalisasi, dalam hal ini, tidak menghapus perbedaan. Sebaliknya, ia menjadi ladang kreatif tempat artikulasi-artikulasi baru ke-Indonesia-an terbentuk.

Dimensi Politik Ekonomi

Kebangkitan produsen parfum lokal juga menandakan pergeseran dalam ekonomi budaya Indonesia. Mereka bukan hanya produsen barang, tetapi juga agen budaya yang membentuk persepsi masyarakat terhadap Indonesia melalui estetika, penceritaan, dan desain. Glokalisasi memungkinkan para kreator ini menghadirkan ekspresi budaya nasional yang lembut—yang muncul secara organik dari kesadaran masyarakat akan warisan dan potensi kreatifnya sendiri, alih-alih dari diplomasi formal.

Fenomena ini juga mengungkap dimensi politik-ekonomi. Dengan memadukan standar global dengan material lokal, industri parfum Indonesia menunjukkan bahwa negara-negara berkembang bukan sekadar penerima tren global. Industri ini juga merupakan sumber kreativitas dan nilai budaya. Melalui karya-karya ini, industri ini menegaskan tempatnya dalam dialog global tentang selera dan estetika.

Di luar signifikansi ekonominya, glokalisasi di sektor parfum Indonesia memperkaya pemahaman kita tentang bagaimana budaya berkembang dalam kehidupan kontemporer. Terdapat ketegangan yang terus-menerus antara menarik kepekaan global dan melestarikan akar lokal. Namun, ketegangan inilah yang memupuk inovasi, memberikan parfum Indonesia karakter khasnya di kancah global. Pada akhirnya, kemunculan parfum lokal lebih dari sekadar kisah sukses bisnis. Ia merepresentasikan artikulasi identitas budaya, sebuah bentuk ekspresi diri yang menjembatani global dan lokal melalui bahasa aroma yang tak kasatmata.

Setiap wewangian menceritakan kisah adaptasi, kreativitas, dan kebanggaan. Mencium parfum-parfum ini berarti menemukan Indonesia itu sendiri: terbuka terhadap dunia, namun berakar kuat pada akarnya sendiri.

“Mencium parfum-parfum ini berarti menemukan Indonesia itu sendiri: terbuka terhadap dunia, namun berakar kuat pada akarnya sendiri.”

Referensi

Buku & Jurnal Akademik

Appadurai, A. (1996). Modernity at Large: Cultural Dimensions of Globalization. University of Minnesota Press.

Featherstone, M. (1995). Undoing Culture: Globalization, Postmodernism and Identity. SAGE Publications.

Iwabuchi, K. (2002). Recentering Globalization: Popular Culture and Japanese Transnationalism. Duke University Press.

Kraidy, M. M. (2005). Hybridity, or the Cultural Logic of Globalization. Temple University Press.

Nilan, P., & Feixa, C. (Eds.). (2006). Global Youth? Hybrid Identities, Plural Worlds. Routledge.

Robertson, R. (1995). Glocalization: Time-space and homogeneity-heterogeneity. In M. Featherstone, S. Lash, & R. Robertson (Eds.), Global Modernities (pp. 25–44). SAGE Publications.

Steger, M. B. (2017). Globalization: A Very Short Introduction (4th ed.). Oxford University Press.

Stronza, A., & Durham, W. H. (Eds.). (2008). Ecotourism and Conservation in the Americas. CABI Publishing.

Suryawan, I. N. (2021). Local fragrance, global scent: Cultural adaptation and the rise of Indonesian niche perfumery. Journal of Cultural Industries and Creative Economy, 3(2), 45–60.

Tomlinson, J. (1999). Globalization and Culture. University of Chicago Press.

Artikel & Laporan Berita Online

Illuminate Asia. (2023, May 12). The Rise of Indonesian Local Perfumes. Illuminate Asia. https://www.illuminateasia.com/blog/articles/detail/the-rise-of-indonesian-local-perfumes

Kompas.id. (n.d.). En Semerbak: Bisnis Wewangian. Kompas. https://www.kompas.id/artikel/en-semerbak-bisnis-wewangian

Yulita, R. (2024, August 20). The verdant growth of the local perfume industry. TFR News. https://tfr.news/articles/2024/8/20/indonesian-perfume-industry

Situs Web Resmi & Media Sosial

Ataraksia (Instagram). (n.d.). Ataraksia Official Instagram Account. Instagram. https://www.instagram.com/ataraksia.id/?hl=en

Medici House of (Instagram). (n.d.). Medici House of Official Instagram Account. Instagram. https://www.instagram.com/medicihouseof/?hl=en

Project 1945 (Instagram). (n.d.). Project 1945 Official Instagram Account. Instagram. https://www.instagram.com/project1945.id/?hl=en

Rumah Atsiri. (n.d.). Rumah Atsiri Official Website. https://www.rumahatsiri.com/

Rumah Atsiri (Instagram). (n.d.). Rumah Atsiri Official Instagram Account. Instagram. https://www.instagram.com/rumahatsiri/?hl=en

Semerbak_co (Instagram). (n.d.). Semerbak_co Official Instagram Account. Instagram. https://www.instagram.com/semerbak_co/?hl=en