Gencatan Senjata Iran-Israel : Strategi dan Implikasinya bagi Indonesia

Ketegangan Konflik Iran-Israel dan Langkah Amerika Serikat

Keputusan Donald Trump untuk menyerang situs nuklir Iran memunculkan respons yang beragam, baik dari publik domestik maupun komunitas internasional. Namun, secara strategis, langkah ini dapat dilihat sebagai upaya terukur untuk memulihkan kejelasan arah konflik yang mulai melebar karena dua alasan utama. 

Pertama, serangan ini menjadi sinyal tegas untuk memperjelas tujuan masing-masing aktor dalam konflik. Serangan awal Israel terhadap Iran pada 12 Juni 2025, yang tampak sebagai tindakan pencegahan terhadap program nuklir Teheran, segera dibalas oleh Iran. Selama dua belas hari, kedua belah pihak saling meluncurkan serangan rudal, menciptakan eskalasi yang mendorong Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan wacana perubahan rezim di Iran. Dalam wawancara pada 16 Juni 2025, Netanyahu secara terbuka menyatakan bahwa menargetkan Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, dapat menjadi kunci untuk mengakhiri konflik. Ia juga menegaskan bahwa Israel tidak hanya berperang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk dunia, dengan berkata, “Hari ini Tel Aviv, besok New York.” Komentarnya menunjukkan bahwa, setidaknya dari perspektif Israel, konflik ini telah melampaui tujuan utamanya untuk membongkar program nuklir Iran.

Namun, narasi Israel tersebut bertentangan dengan pendekatan Trump yang cenderung mengedepankan diplomasi dan penghindaran keterlibatan militer lebih jauh. Trump diketahui menolak permintaan Israel untuk memperluas operasi, termasuk penggunaan senjata bunker buster. Ia juga menolak untuk terlibat dalam konflik yang lebih jauh di Timur Tengah, yang di mana hal ini merupakan bagian penting dari kampanye politiknya. Ketika Netanyahu bergerak tanpa koordinasi penuh, Trump melihat bahwa AS bisa kehilangan kendali atas dinamika konflik. Maka, keputusan untuk meluncurkan kampanye terbatas lewat pembom B-2 justru menjadi cara Trump untuk menegaskan bahwa fokus Amerika tetap pada pembatasan senjata nuklir, bukan penggulingan rezim.

Kedua, serangan Trump menciptakan peluang untuk mewujudkan gencatan senjata dengan menawarkan narasi kemenangan bagi semua pihak. Operasi Midnight Hammer, yang diluncurkan pada 21 Juni 2025, menargetkan tiga situs nuklir utama Iran, yaitu fasilitas pengayaan uranium Fordow, fasilitas Natanz, dan kompleks nuklir Isfahan. Operasi ini melibatkan tujuh pembom siluman B-2 dan lebih dari dua lusin rudal jelajah Tomahawk, menandai pertama kalinya AS menggunakan bom GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP) seberat 30.000 pon dalam pertempuran. Menariknya, korban jiwa akibat serangan ini sangat sedikit dan diindikasikan bahwa Iran telah melakukan evakuasi secara diam-diam.  Hal ini dilakukan untuk memunculkan spekulasi bahwa serangan tersebut tidak memberikan dampak signifikan terhadap Iran.

Serangan ini dibalas Iran pada 23 Juni 2025 dengan menyerang pangkalan udara Al Udeid milik AS di Qatar.  Yang menarik, serangan ini tidak menyebabkan korban jiwa atau kerusakan berarti. Presiden Trump kemudian mengungkapkan bahwa Iran telah memberikan peringatan dini mengenai serangan rudal yang akan datang, sehingga AS dan Qatar dapat mengambil tindakan untuk mengamankan seluruh personel. Respons ini seolah menunjukkan adanya pertukaran informasi yang diperhitungkan untuk menurunkan ketegangan tanpa terlihat lemah di mata publik. 

Puncaknya, pada 24 Juni, ketiga pihak menyepakati gencatan senjata. Bagi AS, tujuan denuklirisasi dinyatakan tercapai tanpa terjebak dalam perang berkepanjangan. Bagi Israel, operasi ini menjadi bukti keberhasilan strategi pencegahan terhadap pengembangan fasilitas nuklir. Sementara bagi Iran, meski secara militer dampaknya terbatas, keberhasilan melakukan respons terhadap serangan AS memungkinkan mereka menjaga citra kekuatan nasional. 

Apa yang Terjadi Setelah Gencatan Senjata Iran–Israel?

Meskipun gencatan senjata berhasil meredakan ketegangan dalam jangka pendek, arah konflik Iran–Israel masih menghadapi ketidakpastian. Salah satu kemungkinan besar adalah Iran akan menghindari eskalasi langsung dengan Amerika Serikat, terutama setelah mengalami kerusakan infrastruktur penting, tewasnya sejumlah komandan senior IRGC, serta melemahnya kekuatan Hizbullah dan Houthi. Namun, alih-alih mundur, Iran dapat menghidupkan dan memperkuat aktor-aktor non negara tersebut dalam strateginya tanpa harus terlibat dalam konflik terbuka. 

Di sisi lain, serangan tersebut juga dapat berpotensi mendorong percepatan program nuklir Iran untuk menjadi jaminan nyata bagi kelangsungan rezim. Pernyataan IAEA yang menyebut Iran dapat melanjutkan pengayaan uranium dalam hitungan bulan memperkuat asumsi bahwa kapabilitas nuklir tetap menjadi opsi strategis. Namun, jika Iran mendekati ambang nuklir, risiko intervensi militer lanjutan oleh AS dan Israel menjadi sangat mungkin terjadi. 

Respons Indonesia terhadap Situasi Iran-Israel 

Meskipun kini gencatan senjata berhasil dicapai, ketegangan antara Iran dan Israel masih belum terselesaikan. Hingga saat ini, Indonesia telah merepons melalui pendekatan diplomatik dengan mengeluarkan pernyataan yang menyerukan semua pihak, termasuk Iran, Israel, dan AS menahan diri. Pemerintah juga memprioritaskan keselamatan warga negara Indonesia dengan meningkatkan status kewaspadaan serta menyiapkan langkah evakuasi di negara-negara berisiko tinggi seperti Iran dan Yordania.

Para pakar Hubungan Internasional menyarankan bahwa Indonesia harus aktif berpartisipasi dalam forum-forum internasional yang berkaitan dengan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), khususnya dalam mengadvokasi penolakan terhadap penerapan selektif dalam tata kelola senjata nuklir. Langkah ini sejalan dengan komitmen Indonesia terhadap keamanan global dan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 

Selanjutnya, konflik yang terjadi antara Iran-Israel mengakibatkan pengiriman minyak terganggu sehingga pasokan global menurun dan harga minyak melonjak. Ini disebabkan oleh blokade Selat Hormuz yang menjadi titik penting distribusi minyak global. Lonjakan harga tersebut pada akhirnya dibebankan ke konsumen, sehingga masyarakat harus membayar lebih mahal untuk kebutuhan energi. Hal ini tentu bisa menurunkan daya beli dan memperlambat roda ekonomi dalam negeri.

Disaat yang sama, lonjakan harga energi dan ketidakpastian global turut mendorong risiko resesi yang dapat memperlemah perdagangan internasional serta menurunkan permintaan ekspor global, termasuk produk-produk unggulan dari Indonesia ke kawasan Timur Tengah, Afrika, dan Eropa. Dalam menghadapi inflasi global, banyak bank sentral di berbagai negara cenderung menaikkan suku bunga sebagai langkah pengendalian. Namun, kebijakan ini membawa konsekuensi berupa meningkatnya biaya investasi dan melambatnya aktivitas ekonomi secara global. 

Di sisi lain, meningkatnya ketegangan geopolitik mendorong pergeseran aliran modal ke aset-aset yang dianggap lebih aman seperti emas dan Dolar AS. Hal ini menambah tekanan terhadap nilai tukar Rupiah, yang saat ini berada di kisaran Rp16.000 per Dolar AS, dan berpotensi melemah lebih jauh hingga mencapai Rp17.000 per Dolar AS. Jika kondisi ini terjadi, beban subsidi energi dapat dipastikan melonjak secara signifikan, bahkan berpotensi melebihi Rp200 triliun. Keseluruhan dinamika konflik Iran-Israel ini berisiko memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia ke kisaran 4,6–4,8 persen. Oleh karena itu, pemerintah perlu bersiap dengan strategi fiskal yang kuat dan menjaga stabilitas nilai tukar untuk mengurangi dampak buruk dari krisis global ini.

Penulis : Nazwa

Referensi : 

Donald J. Trump. “Truth Social.” Truth Social, June 25, 2025. https://truthsocial.com/@realDonaldTrump/posts/114734424268466099.

Dwi Jayanti, Hanifah . “Ketegangan Iran-Israel, Begini Posisi Diplomatik Dan Dampak Ekonomi Bagi Indonesia.” hukumonline.com, June 24, 2025. https://www.hukumonline.com/berita/a/ketegangan-iran-israel–begini-posisi-diplomatik-dan-dampak-ekonomi-bagi-indonesia-lt685a7fdddc524/.

Karl, Jonathan, and Oren Oppenheim. “Netanyahu Tells ABC He’s Not Ruling out Taking out Iran’s Supreme Leader Ali Khamenei.” ABC News, June 16, 2025. https://abcnews.go.com/Politics/netanyahu-tells-abc-ruling-taking-irans-supreme-leader/story?id=122868515.

Kelly, Meg, Joyce Sohyun Lee, Nilo Tabrizy, Evan Hill, Dylan Moriarty, and Jarrett Ley. “What Satellite Images Reveal about Damage to Iran’s Nuclear Sites.” The Washington Post, June 22, 2025. http://www.washingtonpost.com/investigations/2025/06/22/iran-strikes-nuclear-site-damage-visuals/.

Loehrke, Janet, Ramon Padilla, Sara Chernikoff, and Stephen J Beard. “Israel-Iran Timeline: How Israeli Attack and Iranian Retaliation Unfolded.” USA TODAY, June 17, 2025. https://www.usatoday.com/story/graphics/2025/06/17/israel-iran-timeline-maps-graphics/84240285007/.

O’Regan, Ellen. “Iran Could Resume Uranium Enrichment in ‘Months,’ Says IAEA Chief.” POLITICO, June 29, 2025. https://www.politico.eu/article/iran-resume-uranium-enrichment-months-iaea-rafael-mariano-grossi/.

Patrio Sorongan, Tommy . “Trump Turunkan Jet B-2 Hancurkan Pusat Nuklir Iran, Ini Spesifikasinya.” CNBC Indonesia. cnbcindonesia.com, June 22, 2025. https://www.cnbcindonesia.com/news/20250622084412-4-642855/trump-turunkan-jet-b-2-hancurkan-pusat-nuklir-iran-ini-spesifikasinya.

Sanusi Putri, Riani . “Dampak Ekonomi Perang Iran-Israel.” Tempo, June 17, 2025. https://www.tempo.co/ekonomi/dampak-ekonomi-perang-iran-israel-1715618.

Swan, Jonathan, Maggie Haberman, Mark Mazzetti, and Ronen Bergman. “How Trump Shifted on Iran under Pressure from Israel.” The New York Times, June 17, 2025. https://www.nytimes.com/2025/06/17/us/politics/trump-iran-israel-nuclear-talks.html.

Wahyuni, Willa. “Konflik Iran-Israel Terus Memanas, Kemenlu Prioritaskan Evakuasi WNI Terus Berjalan.” hukumonline.com, June 30, 2025. https://www.hukumonline.com/berita/a/konflik-iran-israel-terus-memanas–kemenlu-prioritaskan-evakuasi-wni-terus-berjalan-lt686253a6423bb/.