Penulis: Reyhan Bimo
Diplomasi telah berkembang dari fokus tradisional pada hubungan formal antarnegara menjadi konsep yang lebih inklusif, yakni diplomasi publik. Diplomasi publik merujuk pada upaya negara untuk menyebarkan kebudayaan, nilai, dan sikap suatu negara untuk membangun hubungan baik dengan masyarakat luas. Dalam konsep ini, aktor non-negara, terutama masyarakat, diberi peran aktif dalam mendukung diplomasi negara. Salah satu instrumen yang berkembang dalam kerangka diplomasi publik adalah Diplomasi Digital, yang meskipun belum memiliki definisi tunggal, secara umum menyoroti peran teknologi komunikasi dan media sosial sebagai alat diplomasi (Bjola, 2015).
Menteri Luar Negeri RI dalam pidatonya menyampaikan bahwa dalam prioritas kebijakan luar negeri Indonesia 2019-2024 dengan formula 4+1, terdapat prioritas mengenai pemanfaatan teknologi digital bagi diplomasi atau Diplomasi Digital (Kemlu, 2023). Kemudian, Kemlu juga memanfaatkan Diplomasi Digital sebagai cara untuk menjangkau komunikasi dengan masyarakat baik itu dalam negeri maupun internasional. Sebagai negara dengan 167 juta pengguna aktif media sosial, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendukung agenda Diplomasi Digital melalui diseminasi informasi yang dikurasi dengan baik serta dukungan terhadap wacana pelaksanaan Diplomasi Digital.
Inisiasi Kemenlu dalam Diplomasi Digital
Dalam upaya melaksanakan Diplomasi Digital, Kemlu sendiri telah mengembangkan berbagai upaya mengenai Diplomasi Digital melalui poin-poin Rencana Strategis pada setiap tahunnya. Inisiasi ini juga dibarengi dengan penggunaan platform digital seperti pada Twitter (238 ribu pengikut), Instagram (345 ribu pengikut), Youtube (56 ribu pengikut), Facebook (113 ribu pengikut), dan Situs Portal sebagai sarana dalam upaya diseminasi informasi.
Upaya Diplomasi Digital Indonesia juga dicerminkan oleh pembentukan Regional Conference on Digital Diplomacy (RCDD) pada tahun 2019 yang menghasilkan Jakarta Message dan juga International Conference on Digital Diplomacy (ICDD) pada tahun 2021 yang menghasilkan Bali Message. Keduanya dilaksanakan sebagai Action Plan untuk terjalinnya kerjasama antar pemerintah dan swasta dengan membangun jaringan regional serta internasional dalam memperkuat teknologi digital sebagai sarana bagi kegiatan diplomatik.
Sejak dilaksanakannya Diplomasi Digital oleh Indonesia, hal ini telah menunjukan bahwa terdapat perkembangan serta perubahan positif terhadap kegiatan diplomatik Indonesia. Selain memberikan peluang dalam membentuk citra positif Indonesia kepada dunia, Diplomasi Digital juga dapat memberikan keuntungan bagi Kemlu untuk merespon cepat berbagai isu internasional secara cepat dan juga memberikan gambaran mengenai posisi Indonesia dalam suatu isu internasional.
Apabila Diplomasi Digital dapat diterapkan secara maksimal, hal ini dapat berpotensi memberikan manfaat yang sangat besar, baik bagi para praktisi diplomasi atau juga kepada masyarakat luas. Peluang Indonesia dalam pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat berdiplomasi diantaranya seperti diseminasi informasi kepada publik, mendukung peningkatan ekonomi, penguatan citra serta soft power Indonesia, dan juga mencegah potensi terjadinya disinformasi.
Tantangan Pengembangan Diplomasi Digital
Namun, di balik perkembangan positif agenda Diplomasi Digital, terdapat tantangan yang tidak bisa diabaikan. Disinformasi, propaganda digital, dan ancaman siber seringkali menghambat efektivitas upaya Diplomasi Digital.
Diplomasi Digital yang diharapkan dapat membantu diseminasi informasi tidak selalu berjalan dengan mulus karena ancaman disinformasi yang selalu membayangi. Disinformasi dapat memberikan pengaruh negatif yang cukup signifikan terhadap citra sebuah negara karena disinformasi yang seringkali mengarah pada isu-isu strategis seperti kedaulatan wilayah, kebijakan luar negeri, dan juga penanganan negara terhadap suatu isu baik itu domestik maupun internasional.
Salah satu bentuk disinformasi yang kerap menjadi tantangan bagi Indonesia adalah narasi propaganda digital mengenai pelanggaran HAM di Papua. Isu ini sering digunakan baik oleh aktor non-negara maupun kelompok internasional tertentu untuk menyerang citra Indonesia. Bentuk disinformasi yang beredar mengenai pelanggaran HAM di Papua seringkali berupa penggunaan gambar atau video berisi kekerasan atau konflik bersenjata yang terjadi antara aparat dengan kelompok separatis. Misalnya, pada April 2021, beredar berita yang menuding TNI sebagai pelaku pembunuhan seorang siswa SMA di Papua. Tentunya, foto dan video yang tersebar didampingi dengan narasi pelanggaran HAM oleh pemerintah Indonesia. Namun, kala ditelusuri lebih lanjut, berita yang beredar di Facebook tersebut merupakan upaya disinformasi, sebab pelaku penembakan itu sesungguhnya adalah dari kelompok separatis sendiri.

.Gambar 1. Tangkapan layar hoaks TNI menembak siswa SMA di Papua (Sumber: Antara News)
Selain disinformasi, ancaman keamanan siber juga perlu menjadi perhatian penting karena kelemahan Indonesia dalam menangani serangan hacker. Contoh paling masif yang sempat terjadi pada pertengahan tahun 2024 adalah kala Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengakui adanya peretasan ransomware pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Meningkatnya serangan siber yang terorganisir kerap kali tidak terdeteksi gerakannya, sehingga diperlukannya strategi dalam Diplomasi Digital untuk membangun sistem keamanan siber yang dapat mendeteksi dan mencegah serangan tersebut.

Gambar 2. Tangkapan layar pelaporan peretasan ransomware pada PDNS (Sumber: Diskominfo Kota Lhokseumawe)
Perlunya Komitmen Pemerintah terhadap Diplomasi Digital
Dalam upaya memperkuat keberlanjutan dan menghadapi tantangan dalam Diplomasi Digital, pemerintah Indonesia perlu memiliki komitmen jangka panjang yang terstruktur dan proaktif terkait menentukan arah dan agenda dalam Diplomasi Digital. Pemerintah Indonesia juga dapat memposisikan Diplomasi Digital sebagai bagian penting dari strategi kebijakan luar negeri, dengan tujuan yang berfokus diantaranya pada pembangunan citra nasional, penguatan kerjasama internasional atau regional, dan juga penanggulangan ancaman dalam Diplomasi Digital.
- Pentingnya roadmap bagi Diplomasi Digital
Salah satu upaya untuk mendukung hal ini dapat tercapai adalah, peran Kemlu dalam membangun roadmap Diplomasi Digital yang mencakup prioritas strategis, target capaian yang terukur, dan juga tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, Kemlu juga harus bersifat adaptif terhadap perubahan teknologi dan tren digital, termasuk melibatkan analisis data dalam memahami dinamika tren global.
- Kolaborasi lintas Kementerian/Lembaga
Kolaborasi lintas kementerian/lembaga menjadi kunci dalam mengoptimalkan potensi Diplomasi Digital. Misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), dapat mendukung Kemlu dalam pengelolaan platform digital dengan infrastruktur teknologi yang memadai.
- Memperkuat keamanan siber
Dalam aspek meningkatkan pertahanan siber, Kemlu dapat berkolaborasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk memastikan perlindungan terhadap ancaman keamanan digital yang dapat merusak narasi diplomasi Indonesia. Kemitraan yang dimaksud bisa dilakukan dengan membentuk satgas anti-serangan siber yang berfokus meningkatkan pertahanan firewall Indonesia dan melakukan reaksi cepat tanggap serta backup data jika serangan siber berhasil terjadi. Indonesia pun dapat belajar dari Singapura, yang melalui Cyber Security Agency (CSA) berhasil melakukan kolaborasi regional dengan ASEAN Cyber Capacity Programme dalam upaya mempertahankan keamanan siber nasional. Dengan demikian, Diplomasi Digital Indonesia tidak hanya reaktif terhadap masalah yang ada, tetapi juga proaktif dalam membangun narasi positif yang memperkuat citra negara pada dunia.
- Mengoptimalkan peran Digital Command Centre
Untuk menghadapi tantangan disinformasi agar tidak menghambat peran Diplomasi Digital, pemerintah perlu membentuk mekanisme koordinasi terpadu dalam memantau platform digital secara langsung, merespon narasi negatif dengan cepat, dan juga memberikan informasi faktual terkait isu-isu strategis. Hal ini bisa dilakukan dengan menekankan peran Digital Command Centre (DCC) Kemlu untuk menganalisis target hoaks dan menangkal disinformasi, serta dengan bekerja sama dengan platform-platform media sosial yang kerap digunakan masyarakat. Melalui kerja sama bersama media sosial dan kanal berita yang ada, DCC dapat menjadi garda terdepan untuk mendeteksi berita palsu yang beredar. Selain itu, Indonesia juga harus lebih gencar mengupayakan literasi digital dengan mempublikasikan berita mengenai isu-isu tertentu secara rutin.