Bandung, 3 Oktober 2025 : Kementerian Perdagangan bersama sejumlah lembaga terkait menyelenggarakan Forum Diskusi Perkembangan Aksesi dan Persiapan Reviu Teknis OECD pada Komite Perdagangan. Forum ini dipimpin oleh Ketua Parahyangan Center for International Studies, Yulius P Hermawan, sebagai moderator. Forum ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membahas kesiapan Indonesia dalam proses aksesi keanggotaan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) serta relevansinya terhadap target pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam RPJPN 2025–2045.
Pertemuan ini menghadirkan narasumber dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), dan Kementerian Perdagangan. Selain itu, kegiatan ini turut diikuti secara aktif oleh perwakilan universitas dan himpunan mahasiswa Hubungan Internasional di Bandung, yang berperan dalam memperkaya diskusi melalui perspektif akademik.
Aksesi OECD dan Arah Strategis Pembangunan Nasional
Sebagai pembuka, Bapak Suyoto narasumber dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menegaskan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam OECD merupakan langkah strategis untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Aksesi ini sejalan dengan sasaran RPJPN 2025–2045, yakni mencapai pendapatan per kapita minimal USD 30.300 dan meningkatkan proporsi kelas menengah hingga 80%, guna mengantarkan Indonesia menjadi negara maju. Kerja sama dengan OECD diarahkan untuk mendukung empat sektor prioritas nasional, yakni pendidikan, kesehatan, pertanian dan ketahanan pangan, serta transformasi digital yang juga tercermin dalam Asta Cita poin 2, 7, dan 8.
Selain itu, Bapak Sutoyo juga memaparkan praktik baik OECD dalam membantu reformasi di berbagai negara, seperti Korea Selatan, yang berhasil memangkas 50% regulasinya untuk meningkatkan efisiensi birokrasi dan transparansi sejak bergabung pada 1996. Reformasi tersebut mendorong Korea Selatan lepas dari middle-income trap dan menjadi salah satu dari sepuluh ekonomi terbesar dunia pada tahun 2000. Dalam bidang pendidikan, rekomendasi OECD meningkatkan efektivitas beasiswa dan pinjaman pendidikan, sehingga partisipasi pendidikan tinggi naik dari 66,3% pada 2010 menjadi 99,3% pada 2022. Di sektor kesehatan, OECD mengembangkan sistem evaluasi kinerja yang meningkatkan efisiensi dan akses layanan, menaikkan angka harapan hidup dari 71,1 tahun (2000) menjadi 79 tahun (2024). Selain itu, dukungan OECD terhadap kebijakan pertanian juga membantu perluasan program pupuk hingga 160% di Meksiko, menunjukkan dampak nyata OECD dalam mendorong reformasi lintas sektor di negara anggotanya.
Penguatan Aspek Pembiayaan Ekspor dan Prinsip ESG
Ibu Rini dari Indonesia Eximbank menyoroti empat komponen utama dalam instrumen export credit OECD, yakni: pencegahan suap (anti-bribery), penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam penyaluran kredit ekspor, kesepakatan aturan ekspor kredit untuk mencegah praktik subsidi yang tidak sehat, serta prinsip pemberian pinjaman untuk negara berkembang yang aman dan berkelanjutan. Menurutnya, regulasi OECD seperti Commercial Interest Reference Rate (CIRR) dan Minimum Premium Rate (MPR) telah membantu menciptakan level playing field yang adil bagi negara anggota. Namun dalam penerapannya perlu negosiasi agar implementasinya dapat dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan industri nasional.
Reformasi Regulasi dan Strategi Optimalisasi Keanggotaan
Dr. Krisna Gupta dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyoroti pentingnya reformasi regulasi agar sesuai dengan standar OECD, khususnya di bidang perdagangan, investasi, dan persaingan usaha. Ia merekomendasikan revisi UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk menambahkan perlindungan anak dan konsumen digital, evaluasi batas kepemilikan asing di sektor pelayaran, serta penyesuaian kebijakan investasi asing langsung (FDI) agar lebih terbuka. Selain itu, beliau menekankan perlunya pembaruan UU Anti-Monopoli untuk menciptakan pasar yang lebih kompetitif, reformasi regulasi pertanian berbasis data, dan penguatan kebijakan energi terbarukan sebagai bagian dari persiapan Indonesia menuju aksesi OECD.
Sementara itu, Bapak Ifan dari Kementerian Perdagangan memaparkan tiga strategi optimalisasi keanggotaan:
- Strategi jangka pendek (1–2 tahun) berfokus pada integrasi data dan analisis , peningkatan kapasitas SDM, serta pemanfaatan keanggotaan OECD untuk memperkuat posisi Indonesia di WTO dan G20.
- Strategi jangka menengah (3–5 tahun) mencakup reformasi regulasi perdagangan, optimalisasi FTA dan diplomasi regional, serta keaktifan dalam komite OECD untuk mendorong agenda UMKM.
- Strategi jangka panjang (6–10 tahun) diarahkan untuk memimpin koalisi Global South di OECD, memperkuat daya saing sektor unggulan, dan mempercepat transisi menuju green trade melalui penerapan OECD Green Growth Strategy.
Sebagai penutup, forum ini menekankan bahwa proses aksesi ke OECD tidak hanya bersifat teknis, tetapi merupakan langkah strategis menuju tata kelola ekonomi yang lebih transparan, berintegritas, dan kompetitif di tingkat global. Forum ini menghasilkan tiga rekomendasi utama, yaitu reformasi hukum dan kelembagaan, penguatan kebijakan operasional, serta peningkatan kapasitas dan sinergi antar pemangku kepentingan.
Penulis : Nazwa