Sebagai Share-holder dan Borrower Bank Dunia, Indonesia Perlu Menyusun Strategi Kebijakan yang Tepat dalam Menyikapi Reformasi Bank Dunia

Bandung, 23 September 2025: Ketua Parahyangan Center for International Studies, Yulius P Hermawan, diundang sebagai narasumber pada Pertemuan Kelompok Ahli “Penajaman Posisi Indonesia pada Reformasi International Monetary Fund dan World Bank” yang diselenggarakan oleh Pusat Strategi Kebijakan Multilateral (PSKM), Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), Kementerian Luar Negeri, Indonesia. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menyusun strategi kebijakan Indonesia dalam menyikapi perkembangan inisiatif reformasi Internasional Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia.

Pertemuan tersebut menghadirkan narasumber dari Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, lembaga Think Thank dari Universitas Indonesia, Internasional NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan Parahyangan Center for Internasional Studies (PACIS). Pertemuan kelompok ahli dibuka oleh Ketua Pusat Strategi Kebijakan Multilateral Kemenlu dan dimoderatori oleh Diplomat Senior di lingkungan kementerian luar negeri. Turut hadir sebagai peserta aktif dalam pertemuan tersebut adalah Aknolt K Pakpahan, Ketua Program Studi Magister Hubungan Internasional Unpar dan sejumlah akademisi dari universitas-universitas di Bandung, serta perwakilan Kementerian dan Lembaga terkait.

Indonesia sebagai Share-holder dan Pemimpin Global South

Dalam paparannya, Ketua PACIS menjelaskan sejumlah kepentingan Indonesia dalam reformasi Bank Dunia yang dikaitkan dengan statusnya sebagai share-holder, borrower dan pemimpin Global South dan anggota G20.

Yulius P Hermawan memulai paparannya dengan menyoroti dua tujuan utama reformasi Bank Dunia yang digulirkan sejak akhir 2022. Pertama adalah Peningkatan kapasitas Bank Dunia, yaitu meningkatkan kapasitas Bank Dunia untuk memberikan pinjaman termasuk untuk climate financing dan Sustainable Development Goals (SDGs), tetapi tidak meminta share-holders menambahkan kapital baru (fresh capital).

Tujuan kedua adalah perluasan mandat dengan menambahkan visi ketiga yaitu mengatasi tantangan global dengan lebih baik, selain visi “poverty reduction” dan “inequality reduction.” Mandat ketiga ini termasuk mempromosikan Global Public Goods (GPG) di tiga bidang perubahan iklim,  pandemi dan state fragility, sebagaimana diusulkan forum G7.

Sebagaimana tercantum dalam Roadmap Reformasi Bank Dunia, tujuan reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh sulitnya menghapus angka kemiskinan ekstrim pada 2030, sementara muncul banyak tantangan global yang berpengaruh pada pengentasan kemiskinan di negara Fragile, Conflict and Violence (FCV) & Low income countries (LICs). Bank Dunia memerlukan kapasitas finansial tambahan untuk merespon misi yang lebih ambisius. Mengingat besarnya kebutuhan pendanaan, pembiayaan multilateral harus mengkatalisasi aliran-aliran finansial lainnya. Bank Dunia telah mengeksplorasi skenario untuk mengembangkan Operating Model Bank Dunia dan transformsi kapasitas finansial.

Indonesia merupakan share-holder Bank Dunia dengan nilai penyertaan modal sebesar USD 2.419,7 juta (2020). Jumlah ini mendudukan Indonesia para ranking ke-23 dari total 189 anggota Bank Dunia. Voting power Indonesia di lembaga tersebut adalah 0,950. Sebagai share holder Indonesia berhak menduduki jabatan strategis di Bank Dunia yang memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan di Board of ED. Pada periode 2023-2025 dan 2025-2027, Indonesia menduduki posisi ED & Senior Adviser 1. Pada periode 2028-2029, Indonesia berhak menduduki posisi Alternate ED. Dalam posisinya sebagai share-holder Indonesia perlu mencermati dampak dari reformasi Bank Dunia terutama bagi negara-negara berkembang. Penguatan kapasitas lending Bank Dunia, tidak akan berpengaruh pada kenaikan penyertaan modal para share holder. Bank Dunia akan mencari sumber-sumber financing inovatif lain. Indonesia perlu mencermati dampak pendanaan dari sektor swasta – misalnya terkait meningkatnya interest rate yang jadi beban Global South, agenda-agenda global baru yang lebih menekankan kepentingan the North (seperti green technology yang berbiaya mahal).

Indonesia perlu memastikan kepentingannya untuk meraih sejumlah peluang tersedia dalam Bank Dunia termasuk melalui reformasi yang sedang bergulir. Indonesia perlu mempertimbangkan untuk meningkatkan kepemimpinan Indonesia dalam Board of Governors, selain Board of ED.

Indonesia perlu terus mendorong peningkatan keterwakilan WNI sebagai bagian dari manajemen Bank Dunia dengan mendukung WNI untuk mengisi posisi manajemen puncak melalui negosiasi antar negara anggota, dan mengidentifikasi serta mengkaji secara kritis hambatan bagi WNI untuk bekerja di Bank Dunia pada posisi lainnya.

Keterlibatan sektor swasta Indonesia dalam implementasi proyek-proyek Bank Dunia baik di Indonesia maupun di negara-negara peminjam lainnya saat ini diakui masih terbatas. Untuk itu perlu didorong keterlibatan sektor swasta dalam proyek-proyek tersebut.

Indonesia perlu menjaga hubungan baik dengan negara-negara pemegang saham terbesar memberikan keuntungan kepada Indonesia terkait hak-hak yang dimiliki shareholder kunci, karena negara pemegang saham terbesar biasanya telah memiliki koalisi yang memiliki kepentingan yang sama dengan kepentingannya.

Indonesia juga perlu memperkuat kerja sama dengan negara anggota lain khususnya negara anggota konstituensi dan negara berkembang melalui berbagai forum kerja sama multilateral dan juga secara bilateral.

Terkait inisiatif reformasi, reformasi diarahkan supaya dilakukan evaluasi pada tata kelola Bank Dunia antara lain: 1.Sistem voting dan struktur Bank Dunia agar lebih mencerminkan keterwakilan negara anggota baik negara maju maupun negara berkembang secara proporsional; 2. Meningkatkan keterbukaan informasi pada negara anggota, khususnya pada negara anggota yang tidak memiliki posisi di kantor ED. 3. Selain dari sisi tata kelola, perlu juga didorong reformasi operasional Bank Dunia agar secara terus menerus dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi operasi, dan meningkatkan pelayanan kepada negara anggota.

Indonesia juga perlu mengembangkan kemitraan dengan Bank Dunia untuk mendukung penguatan peran Indonesia sebagai negara penyedia bantuan kerjasama pembangunan internasional baru. Termasuk di antaranya adalah mengeksplorasi potensi co-financing program dan proyek KSST yang didanai oleh LDKPI (Lembaga Dana Kerjasama Pembangunan Internasional/Indonesian AID) ke negara-negara mitra.

Optimalisasi ULN untuk Pengentasan Kemiskinan Ekstrim

Sebagai borrower Bank Dunia, Indonesia perlu memastikan pemanfaatan utang luar negeri dari Bank Dunia dan Lembaga Keuangan Internasional (LKI) lain secara lebih optimal, efisien, transparan dan dengan prinsip kehati-hatian terkait “tiga visi Bank Dunia.” Pemanfaatan utang luar negeri Bank Dunia difokuskan untuk pengentasan kemiskinan ekstrim di Indonesia dan mengatasi ketimpangan (inequality) sesuai dengan visi Bank Dunia. Indonesia juga dapat memanfaatkan pendanaan dari Bank Dunia untuk pembiayaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim (climate financing) secara tepat sasaran dengan hasil yang terukur. Termasuk kepentingan Indonesia adalah memanfaatkan pendanaan untuk transisi energi terbarukan dengan prinsip kehati-hatian dan risk sharing termasuk dalam pelibatan BUMN & sektor swasta.

Ketua PACIS menegaskan dalam merespon inisiatif reformasi Bank Dunia, posisi Indonesia perlu memastikan ruang kesempatan bagi penguatan peran Indonesia di Bank Dunia dalam reformasi Bank Dunia. Indonesia perlu mencermati inisiatif dalam reformasi Bank Dunia untuk penguatan lending capacity: khususnya terkait mobilisasi sumber-sumber inovatif dari sektor swasta & agenda yang dibiayai oleh pendanaan inovatif. Indonesia juga perlu merumuskan strategi penguatan peran Indonesia dalam Bank Dunia.

Diharapkan inisiatif reformasi Bank Dunia akan menjadikan Bank Dunia lebih efektif, efisien dan transparan dalam visi Pengentasan Kemiskinan, Peningkatan Pemerataan & Penanganan Tantangan Global di the Global South.

Penulis: YP Hermawan