Sebagai bagian dari inisiatif Collaborative Online International Learning (COIL) antara institusi akademik Indonesia dan Korea, sebuah seminar virtual diselenggarakan untuk memfasilitasi pertukaran akademik dan berbagi perspektif mengenai diplomasi regional dan hubungan internasional. Acara ini menghadirkan dua pembicara terkemuka: Ki-Hyun Bae, Ph.D. dari Universitas Sogang, Korea, dan Ph.D. Ratih Indraswari, Ph.D. dari Universitas Katolik Parahyangan, Indonesia.
Ki-Hyun Bae PhD menyampaikan kuliah berjudul “Kekuatan Non-Kekuatan Besar: Diplomasi Multilateral dalam Hubungan Eksternal ASEAN.” Dia menantang proposisi konvensional bahwa tatanan regional sebagian besar dibentuk oleh negara adidaya dan bahwa kekuatan non-besar hanya memainkan peran sekunder. Sebaliknya, dia menyoroti kontribusi proaktif ASEAN terhadap tatanan regional melalui pembangunan norma dan kepemimpinan intelektual. Bae membahas mekanisme keterlibatan strategis ASEAN seperti ASEAN+1, dan ASEAN+3, dengan menyatakan bahwa ASEAN menghindari strategi penyelarasan biner seperti menyeimbangkan atau ikut-ikutan, khususnya dalam kaitannya dengan kekuatan besar seperti Tiongkok. Sebaliknya dua alat strategis yang digunakan oleh ASEAN: enmeshing , yang melibatkan menarik negara ke dalam keterlibatan regional yang mendalam dan berkelanjutan, dan hedging , pendekatan kebijakan yang menyeimbangkan risiko dengan menjaga hubungan dengan banyak kekuatan.
Ratih Indraswari Ph.D. mempresentasikan topik “ASEAN dan Dua Korea: Hubungan Diplomatik dan Dinamika Regional.” Ia mengeksplorasi lanskap historis dan geopolitik Asia Tenggara, membingkainya sebagai kawasan yang pernah ditandai oleh kolonialisme dan persaingan Perang Dingin. Ia memetakan perpecahan geopolitik kawasan tersebut dan menguraikan jalur diplomatik yang berbeda yang diambil oleh Korea Utara dan Korea Selatan dalam membangun hubungan dengan negara-negara Asia Tenggara. Hubungan historis utama dibahas, termasuk hubungan awal Korea Utara dengan Vietnam, Kamboja, dan Indonesia. Ia juga menelusuri evolusi kebijakan ASEAN Korea Selatan melalui masa kepresidenan berturut-turut, menyoroti inisiatif-inisiatif utama seperti Kebijakan Selatan Baru dan Inisiatif Solidaritas Korea-ASEAN. Sebagai penutup, Indraswari mengidentifikasi peran ASEAN dalam proses perdamaian Semenanjung Korea melalui Forum Regional ASEAN, yang dibangun atas prinsip dasar non-intervensi, pembangunan konsensus, dan sentralitas regional.
Acara ini berfungsi sebagai wadah untuk refleksi kritis tentang bagaimana kekuatan non-besar seperti ASEAN dan kekuatan menengah seperti Korea Selatan dapat berkontribusi secara konstruktif terhadap diplomasi regional dan pembangunan perdamaian, menggarisbawahi semakin pentingnya keterlibatan multilateral dalam membentuk lanskap politik Asia.