Indonesia sebagai Game Changer Regional: Peran Nusantara dalam Menjaga Stabilitas Kawasan

Darren Christopher

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai inisiatif strategis telah diluncurkan oleh Indonesia untuk memastikan kepentingan nasional tetap terlindungi, sekaligus berkontribusi pada stabilitas regional dan global. Namun, di tengah tantangan geopolitik yang kompleks seperti konflik di Ukraina dan Palestina serta maraknya benturan kepentingan, pertanyaan utamanya adalah: sejauh mana Indonesia mampu mempertahankan momentum ini?

Dengan menjadi anggota aktif berbagai organisasi internasional seperti menjadi tuan rumah bagi KTT ASEAN 2023 serta memprakarsai berbagai rekomendasi resolusi di PBB, Indonesia telah menunjukkan kemampuannya dalam menjembatani kepentingan negara-negara maju dan berkembang. Selain itu, pendekatan yang inklusif dan fokus pada pembangunan berkelanjutan menjadi daya tarik tersendiri bagi mitra internasional untuk bekerja sama dengan Indonesia. Hal ini memberikan Indonesia peluang untuk tidak hanya memperkuat posisinya sebagai kekuatan regional tetapi juga sebagai pemain global yang dipercaya untuk mengelola tantangan bersama.

Tolak Ukur Keberhasilan Indonesia

Tujuan utama dari upaya diplomasi multilateral Indonesia adalah memperkuat kepemimpinan dan pengaruh di tingkat global sambil tetap mengutamakan kepentingan nasional. Target konkret yang ditetapkan Kementerian Luar Negeri mencakup peningkatan partisipasi dalam forum internasional, adopsi rekomendasi strategis, serta keterlibatan aktif dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, keamanan maritim, dan pembangunan inklusif.

Keberhasilan yang dimaksud dapat diukur melalui beberapa metrik. Misalnya, melalui jumlah persentase inisiatif yang diterima di forum multilateral (ditargetkan 98% pada 2023 dan 2024) dan berhasil dilakukan di pertemuan PBB. Hal ini juga dapat diukur melalui frekuensi keketuaan Indonesia dalam forum internasional, seperti ASEAN dan World Water Forum, serta jumlah deklarasi dan resolusi yang dihasilkan, termasuk yang berkaitan dengan prioritas nasional. Sebaliknya, kegagalan terbesar bagi Indonesia tercermin dari banyaknya prakarsa ini yang berhenti pada tahap kesepakatan saja. Misalnya, Five Point Concensus (5PC) yang terbentuk sebagai respons kawasan terhadap kudeta di Myanmar memang terlahir dari kepemimpinan Indonesia, namun tidak sedikit ahli yang mengkritisi ketidakmampuan ASEAN dalam mengimplementasi kerangka ini.

Rekam Jejak Indonesia di Kancah Internasional

Indonesia telah menunjukkan performa yang kian berkembang dalam konteks diplomasi multilateral. Pada tahun 2023, Indonesia berhasil meluncurkan 26 prakarsa di berbagai forum, yang meningkat menjadi 33 prakarsa pada tahun 2024. Salah satu di antara pencapaian ini ialah perumusan ASEAN Concord IV, yang menyatakan komitmen Negara Anggota untuk mempertahankan nilai-nilai ASEAN centrality guna membangun kawasan yang makmur dan stabil. Capaian ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan diplomasi Indonesia, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemimpin kawasan.

Kemelut dan Kesempatan

Namun, berbagai tantangan masih membayangi. Dinamika geopolitik global, seperti rivalitas AS-Cina di Indo-Pasifik, menciptakan tekanan bagi negara-negara berkembang untuk memilih sisi dan menanggalkan semangat kolaboratif yang kerap digarisbawahi oleh ASEAN. Terbentuknya aliansi seperti Quad dan AUKUS menjadi gejala bipolaritas yang muncul akibat perilaku agresif Beijing di Laut Cina Selatan serta reaksi Washington yang menyerupai strategi pembendungan (Hickman, 2024) era Perang Dingin. Munculnya persekutuan ini pun diperkirakan akan menggantikan ASEAN sebagai penggerak stabilitas di kawasan tersebut, dan membawa Indo-Pasifik semakin jauh ke dalam pergunjingan para hegemon—sebuah perkembangan yang berpotensi merusak perdamaian kolektif.

Kendati ASEAN telah berulang kali mencanangkan keinginannya untuk mempertahankan stabilitas regional (ASEAN, 2023), tidak sedikit yang meragukan kebolehan organisasi ini untuk menerapkan visi tersebut karena kegagalan organisasi ini dalam mengimplementasikan 5PC. Meski begitu, Indonesia bisa menjadi game changer dan membawa pengalamannya di kancah internasional kepada ASEAN serta memanfaatkan posisinya sebagai negara non-blok yang aktif mengupayakan perdamaian global serta pemimpin regional yang mampu mewadahi diskusi lintas kepentingan.

Rekomendasi

Agar stabilitas regional di Indo-Pasifik dapat dijaga, Indonesia perlu mengambil langkah strategis yang mencakup poin-poin berikut:

  1. Meningkatkan Partisipasi di ASEAN. Sebagai satu-satunya lembaga regional yang kapabel mempertemukan berbagai kepentingan internasional, Indonesia harus dapat meningkatkan partisipasinya sebagai pemimpin di ASEAN. Dengan memanfaatkan sistem pengambilan keputusan ASEAN yang bersifat unanimous, Indonesia dapat berupaya memajukan agenda yang bermanfaat meningkatkan citranya sebagai pemimpin regional, seperti ASEAN Outlook on the Indo-Pacific yang sempat diajukan pada tahun 2019. Selain itu, dengan membawa pengalaman di kancah internasional, Indonesia bisa memberikan ASEAN perspektif yang lebih holistik mengenai cara menangani persaingan bipolar yang sedang berlangsung.
  2. Memanfaatkan Posisi Non-Blok untuk Melibatkan Para Hegemon ke Dalam Framework Regional. Ketegangan antara negara-negara besar berpotensi memicu polarisasi yang merugikan stabilitas kawasan. Indonesia harus memanfaatkan posisinya sebagai negara non-blok untuk menjalin para hegemon ke dalam framework regional, melalui instrumen yang disediakan oleh ASEAN, agar kepentingan untuk menjaga stabilitas regional menjadi kepentingan mereka juga. Sebagai negara yang menganut prinsip bebas-aktif dalam berpolitik, Indonesia memiliki peluang menjadi mediator yang dipercaya untuk menyatukan pihak-pihak yang bertikai dan memajukan agenda kolaborasi. Dengan memainkan peran ini secara aktif, Indonesia dapat memperkuat citranya sebagai penjaga perdamaian sekaligus memastikan stabilitas kawasan tetap terjaga di tengah dinamika geopolitik.
  3. Memperluas Kemitraan ke Kawasan Afrika dan Pasifik. Ketergantungan kawasan pada mitra tradisional seperti AS dan Eropa dapat membatasi fleksibilitas diplomasi Indonesia, terutama di tengah perubahan geopolitik yang cepat. Dengan mencari kerja sama di kawasan lain seperti Afrika dan Pasifik, Indonesia berpeluang untuk tidak hanya memperluas pengaruhnya dan membuka pintu bagi bentuk kerja sama regional baru, tetapi juga untuk membebaskan ASEAN dari dependensi yang mampu menggiring negara-negara lebih dalam ke persaingan bipolar di Indo-Pasifik.

Indonesia berada di jalur yang tepat untuk mengukir peran lebih besar di pentas dunia. Dengan meningkatkan perannya di ASEAN, memanfaatkan posisinya sebagai negara non-blok untuk melibatkan para hegemon ke dalam framework regional, serta memperluas kemitraan ke kawasan Afrika dan Pasifik, Indonesia dapat memajukan kepentingan nasional serta menjaga stabilitas kawasan. Tantangan yang ada seharusnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan yang tangguh, forward-looking, dan inovatif. Semangat diplomasi ini—bila dengan baik diterapkan—menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk terus mengukir citranya sebagai pemimpin baik di tingkat regional, maupun internasional.